Ciptakan Bedong Bayi, Mahasiswi UNJ Raih Medali Emas di Korsel
Juri Sempat Menilai Karya Mega Tertinggal ZamanMAHASISWI Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menggondol medali emas dalam kontes karya inovasi internasional di Korea Selatan. Dia membuat bedong bayi canggih yang praktis.
---------
GUNAWAN SUTANTO, Jakarta
---------
Sejumlah leaflet dengan warna dominan pink menumpuk di atas meja. Mega Megaria Agustina mengambil selembar leaflet itu dan memperlihatkannya kepada Jawa Pos. Leaflet Babies A Hug itulah yang dipakai Mega saat mempresentasikan karyanya dalam International Youth Invention Competition 2013.
Ajang yang diikuti pelajar dan mahasiswa dari 10 negara tersebut diselenggarakan di Lotte World Hotel, Korea Selatan, 5"8 Agustus lalu. Dalam kontes itulah bedong bayi modern karya Mega meraih medali emas untuk kategori Glami Award.
"Terus terang, saya benar-benar tidak menyangka dapat emas. Sebab, ini kali pertama saya ikut lomba internasional. Dan Indonesia baru pertama ini mengirimkan wakilnya," terang Mega yang siang itu ditemui di ruang humas UNJ.
Dia menceritakan, ide inovasi bedong bayi itu diperoleh secara spontan. Dia kerap melihat ibu muda yang baru melahirkan sulit membedong bayinya.
"Salah satunya, saya pernah lihat tante saya mbedong bayinya yang baru lahir. Kelihatannya kok ribet banget ya," ungkapnya.
Kebetulan, saat itu UNJ sedang menyaring sejumlah inovasi mahasiswa melalui tim internal yang diberi nama Education and Training Nobel Innovation Center (ETNIC).
"Dari situ, saya memiliki ide untuk membuat inovasi bedong bayi," lanjut mahasiswi semester tujuh jurusan pendidikan anak usia dini, fakultas ilmu pendidikan, itu.
Ternyata, karya Mega dianggap paling layak mewakili UNJ dalam seleksi Association of Young Innovator and Scientist Indonesia (AYISI). Dia lalu menggarap ide tersebut. Dalam sebulan, produk bedong modern "Babies A Hug" itu pun jadi.
AYISI kemudian mengirimkan proposal karya Mega tersebut kepada panitia International Youth Invention Competition di Korsel. Panitia menyatakan proposal Mega lolos. Dia bersama sejumlah pelajar serta mahasiswa lain dari Indonesia berangkat ke Korea pada 28 Juli lalu.
"Perasaan waktu berangkat ke Korea campur aduk. Sebab, waktu itu puasa dan kami di sana hingga Lebaran," kenang perempuan kelahiran 26 Agustus 1993 tersebut.
Meski diliputi kegalauan, Mega berupaya mengikuti seluruh rangkaian kegiatan International Youth Invention Competition. Selain mengikuti kejuaraan, di Korea Mega sempat unjuk gigi dengan melatih 500 anak untuk belajar membatik. Dalam urusan batik-membatik, dia cukup ahli.
Tiba saat perlombaan inovasi, dia berupaya tampil percaya diri menampilkan karya. "Waktu di sana, yang ditampilkan di muka umum hanya posternya. Karyanya baru diperlihatkan ketika penjurian. Itu pun secara tertutup," ungkap Mega yang lantas mengabarkan bahwa bedong bayinya itu kini sedang diproses dalam pencatatan hak paten.
Dia mengungkapkan, saat dirinya mempresentasikan karya, dua juri yang menilai sempat geleng-geleng. Sebab, mereka tidak menyangka di Indonesia masih ada aktivitas tradisional seperti membedong bayi yang baru lahir.
"Saya jelaskan kepada juri kenapa di Indonesia bayi yang baru lahir selalu dibedong," ujarnya.
Selain memberikan rasa hangat pada tubuh bayi, kata Mega, bedong memiliki manfaat membentuk struktur tulang kaki bayi agar lurus dan tidak berbentuk O. Bedong juga berfungsi melindungi tubuh bayi dari gigitan nyamuk.
Dalam karyanya, Mega menjadikan bedong bayi itu lebih praktis dan mudah digunakan. Dengan Babies A Hug karya Mega, membedong bayi tidak lagi ribet dan penuh lilitan kain.
Mega telah membuat pola seperti kantong bayi. Bayi tinggal dimasukkan di dalam kantong itu dan dieratkan dengan kain yang berbentuk seperti sayap di kanan serta kiri bedong.
"Kain untuk mengeratkan itu saya desain sedemikian rupa agar bayi serasa dipeluk ibunya," terang perempuan kelahiran Serang, Jawa Barat, tersebut.
Di bagian belakang bedong itu, Mega memodifikasi dengan memberikan tali yang berfungsi sebagai gendongan depan.
"Kalau bedong biasa, kan bayi digendong ke samping. Yang ini, bayi bisa digendong di dada ibunya. Jadi, si ibu seperti membawa tas ransel di depan," ungkap anak kedua di antara tiga bersaudara itu.
Menurut dia, pola gendongan depan itu sebenarnya telah ada di pasaran. Namun, selama ini hanya untuk bayi usia enam bulan ke atas. "Yang berfungsi sekalian untuk bedong bayi baru lahir saya rasa belum ada," terang Mega.
Andi Dwi Putra, presiden AYISI, yang siang itu mendampingi Mega mengungkapkan, pihaknya tidak menyangka inovasi Mega tersebut berhasil meraih penghargaan tertinggi dalam event bergengsi itu. "Kami kali pertama berpartisipasi, tapi langsung memperoleh dua penghargaan tertinggi di kompetisi tersebut," jelas Andi.
Jika Mega menang untuk kategori mahasiswa, Indonesia juga berhasil menyabet emas untuk tingkat pelajar. Penghargaan untuk pelajar itu didapat Cafa Lundiberlianegoro,"siswa Al-Izhar. Dia mendapat Gold Medal Hurom Award atas inovasinya, City Water Turbine.
"Tentu, kami sangat bangga dengan dua penghargaan tersebut," ujarnya.
Andi menambahkan, kemenangan Mega didapat karena dia berhasil membuat inovasi mengubah sebuah alat tradisional menjadi karya modern yang praktis dan banyak manfaat.
"Kita tahu Korea itu sangat menjunjung tinggi kebudayaan. Mereka memang memperhatikan teknologi, tapi tidak meninggalkan budayanya," paparnya.
Saat ini, melalui AYISI, Andi masih berupaya memperjuangkan agar inovasi anak-anak muda Indonesia mendapat hak paten. Sebab, jika mengurus sendiri, akan dibutuhkan dana yang cukup besar.
"Kami sudah melakukan komunikasi dengan Ditjen HaKI. Mereka siap men-support. Tentunya, kami tidak berharap inovasi teman-teman ini dijiplak begitu saja oleh orang-orang tidak bertanggung jawab," tegasnya. (*/c5/ari)