Curiga Penyadapan Hanya untuk Mempermalukan SBY
jpnn.com - JAKARTA - Penyadapan terhadap rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat menghadiri KTT G20 di London, 2009 silam oleh intelijen Inggris diduga bukan untuk mendapatkan data penting. Diduga, hasil sadapan yang diklaim telah membawa keuntungan bagi Australia itu justru sebagai upaya melecehkan Presiden SBY.
Wakil Ketua Komisi I DPR yang membidangi urusan pertahanan dan hubungan luar negeri, TB Hasanuddin, menduga penyadapan itu sebenarnya bukan untuk mendapatkan data dari komunikasi SBY. "Tapi memang cuma menyadap kemudian dibocorkan diam-diam, karena ada upaya men-down grade SBY. Ini sebenarnya pelecehan," katanya saat dihubungi di Jakarta, Selasa (30/7).
Lebih lanjut Hasanuddin mengatakan, intelijen tidak akan menyadap dan kemudian dibocorkan jika tidak ada agenda lain. Karenanya mantan Sekretaris Militer Kepresidenan itu meyakini isi penyadapan yang akhirnya dirilis media Australia itu memang untuk mempermalukan Indonesia.
Meski demikian Hasanuddin juga menyinggung kemampuan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) dalam mengamankan komunikasi SBY. "Masa presiden kita jadi bulan-bulanan operasi intelijen di luar negeri, memalukan," tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, Government Communications Headquarters (GCHQ) di Inggris, mempekerjakan para intel khusus untuk menyadap komunikasi para kepala negara dan pejabat tinggi yang menghadiri KTT G20 di London, termasuk rombongan SBY. Hasil sadapan itu dipasok ke para pejabat tinggi Inggris, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh para kepala negara yang hadir di KTT G20.
Australia pun merasa diuntungkan karena mendapat bocoran hasil sadapan itu. Salah satu keuntungan Australia adalah terpilih menjadi anggota Dewan Keamanan PBB.
Namun mantan anggota Komisi XI DPR periode 2004-2009, Dradjad H Wibowo yang saat itu ikut melihat perhelatan KTT G20 di London, mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada agenda voting dalam pertemuan itu. Dradjad yang kala itu ikut dalam delegasi Komisi IX DPR, mengungkapkan bahwa agenda pertemuan adalah tentang ekonomi. "Tidak ada butir-butir pengamanan global, apalagi soal Australia masuk DK PBB," ucapnya.
Dradjad yang pernah menimba ilmu di Australia itu menambahkan, justru yang perlu dikhawatirkan adalah kemungkinan penyadapan sudah menyentuh wilayah personal. Sebab, bukan tidak mungkin penyadapan yang dilakukan intelijen Inggris dan Amerika Serikat itu juga menjamah rahasia pribadi pejabat tinggi negara RI.