Dana Sertifikasi Guru Rawan Diselewengkan
jpnn.com - MATARAM-Pencairan dana sertifikasi guru rawan penyelewengan dan pungutan liar (pungli). Sebab dana yang ditransfer pemerintah pusat harus mampir ke rekening bendahara Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) kabupaten/kota sebelum dimasukkan ke Bank NTB.
Hal itu terungkap dari hasil klarifikasi Ombudsman Perwakilan NTB dengan empat bank penyalur tunjangan sertifikasi guru, kemarin. Klarifikasi ini dilakukan untuk menindaklanjuti pertemuan sebelumnya dengan PGRI dan Dinas Dikpora Kota Mataram terkait tunggakan pencairan tunjangan sertifikasi tahun 2011 dan 2012. Dalam pertemuan itu, Ombudsman memanggil empat bank yang melayani pencairan tunjangan sertifikasi, yakni Bank Mandiri, Bank NTB, BRI, dan BNI.
Kepala Obudsman Perwakilan NTB Adhar Hakim mengatakan, dari segi sistem perbankan, tidak ada masalah. Perbankan telah melaksanakan kewajibannya sesuai SOP (standar operasional prosedur) yang berlaku. "Setidaknya dibutuhkan waktu antara 10-20 hari untuk mentransfer dana tunjangan sertifikasi dari rekening bendahara Dikpora kembali ke Bank NTB. Setelah itu Bank NTB memproses kliring ke tiga bank lainnya," jelasnya.
Proses pencairan makin panjang karena proses transfer atau kliring dari pihak Bank NTB ke tiga bank lainnya butuh waktu antara dua hingga tiga minggu. Sementara waktu kliring juga terbatas dari jam 08.00 – 12.00 wita. Sehingga tiap harinya hanya bisa kliring untuk 100-500 orang.
Keganjilan muncul ketika dana tunjangan sertifikasi yang bersumber dari APBN harus ditransfer ke rekening bendahara Dinas Dikpora dari kas daerah yang tersimpan di Bank NTB. Adhar menilai, proses ini rawan manipulasi dan praktik pungli.
Kecurigaan itu terbukti berdasarkan hasil investigasi Ombudsman ke Kabupaten Lombok Timur. Besaran pungutan berkisar Rp 20 ribu - Rp 50 ribu. Bahkan sejumlah oknum di Dinas Dikpora disinyalir melancarkan ancaman agar diberi uang pelicin demi cairnya tunjangan yang menjadi hak para guru tersebut. ”Kami temui para guru di Lombok Timur. Mereka mengaku dimintai uang rokok atau uang administrasi agar tunjangan sertifikasinya cair,’’ ungkap mantan jurnalis ini.
Adhar menduga, praktik pungli terjadi hampir di semua kabupaten/kota se-NTB. Padahal, kata dia, database guru penerima tunjangan sertifikasi telah tercatat dari pemerintah pusat.
Menurutnya, keharusan para guru mendatangi Dinas Dikpora untuk menandatangani surat pertanggungjawaban (SPJ) sebagai syarat pencairan tunjangan harus dihapus. ”Kami lihat dasar hukumnya juga tidak ada. Apa relevansinya juga" Toh data penerima tunjangan sertifikasi sudah ada,’’ kata Adhar.