Dari Ancaman Tidur di Toilet hingga Pesta Timpuk Salju
Selasa, 30 April 2013 – 02:38 WIB
Waktu pelaksanaan Berlinale semakin dekat dan tiket belum di tangan, Shihab akhirnya pasrah. Padahal, dia sudah belajar bahasa Jerman dan bahasa Inggris. Waktu itu dia berpikir visanya benar-benar ditolak karena kendala bahasa. Tak disangka, pada hari-hari menjelang batas akhir pengajuan visa, sebuah produsen jamu bersedia membiayai Shihab ke Jerman. "Ketika ditelepon produser, saya jingkrak-jingkrak seperti orang gila," kata anak guru SD itu.
Setelah bolak-balik mengurus paspor ke Wonosobo, Shihab akhirnya terbang ke Berlin. Dia dilepas di kelurahan oleh pejabat desanya dan diberi uang saku Rp 500 ribu dari urunan tetangga-tetangga serta Rp 500 ribu lagi dari sekretariat PKK di desanya. Di Berlin, godaan Eugene tak berhenti. Katanya, karena uang sakunya hanya pas-pasan, Shihab tidak bisa tidur di hotel. "Kamu pilih, mau tidur di toilet kamar hotelku atau di lokasi Berlinale di Alexa Arcade Mall," ujar Shihab menirukan godaan Eugene.
Karena Berlin kala itu tengah dilanda hujan salju dengan suhu di luar minus 27 derajat Celsius, Shihab akhirnya menjawab pilih tidur di toilet kamar hotel. Karena itu, dengan ogah-ogahan dia masuk ke kamar hotel yang disebut Eugene sekecil kandang merpati. "Ternyata kamar hotelnya buesar dan mewah. Wis to, marai aku ora iso turu (Sudah to, membuat aku tidak bisa tidur)," katanya polos.