Data Berbeda, Rekapitulasi Suara dari Aceh Ditunda
jpnn.com - JAKARTA – Rapat pleno Komisi Pemilihan Umum (KPU) terpaksa menunda pengambilan keputusan atas hasil rekapitulasi hasil suara pemilu legislatif dari Provinsi Aceh. Penyebabnya, data hasil pemilihan tidak sesuai dengan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) yang ada.
“Aceh ditunda untuk dirapikan data administrasinya. Dicermati kembali yang salah. Yang kurang dibenarkan dengan melihat dokumen di bawahnya. Proses ini tidak akan mengganggu tahapan (rapat pleno) yang sekarang,” ujar Komisioner KPU, Arief Budiman di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (29/4).
Dihubungi terpisah Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Provinsi Aceh, Ridwan Hadi mengakui adanya data yang tidak sesuai. Namun, hal itu terjadi hanya karena faktor suara pemilih ganda tidak dimasukkan dalam total suara hasil pemilihan.
“Kita sudah sampaikan bahwa ada sebelas pemilih di dua tempat pemngutan suara (TPS) di Aceh Tengah yang ganda. Lalu kemudian teman-teman KPPS (kelompok panitia pemungutan suara) tak masukkan yang ganda tersebut ke dalam formulir C (formulir hasil penghitungan suara,” ujarnya.
Rekapitulasi nasional untuk Provinsi Aceh juga ditunda karena terdapat 501 daftar pemilih khusus (DPK) ternyata dimasukkan dalam daftar pemilih khusus tambahan (DPKB). “Saya kira tak ada persoalan. Kita akan segera koordinasi dengan Bawaslu terkait permasalahan ini,” ujarnya.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Aceh, Asqalani, juga menyatakan hal senada. Bedanya, ia dengan tegas menyatakan bahwa telah terjadi dugaan pelanggaran lain bahkan terindikasi massif. Antara lain terkait banyaknya saksi partai politik tidak memeroleh formulir C1.
“Terutama Aceh Timur, Pidie, itu sangat rendah parpol mendapatkan formulir C1 dari KPPS. Jumlahnya hampir 50-60 persen saksi tak dapat formulir C1. Selain itu juga benar (ada dugaan penggelembungan suara). Padahal Bawaslu Aceh sebelum pemungutan suara sudah menyampaikan maklumat agar formulir C1 tidak hanya bagi KPPS, tapi harus diserahkan ke saksi dan ditempel (untuk diumumkan),” katanya.
Selain dugaan penggelembungan, Asqalani juga mengaku pada saat digelarnya pemungutan suara 9 April lalu, masyarakat di beberapa tempat pemungutan suara (TPS) juga terancam merasa terancam.(gir/jpnn)