Deddy Sitorus: Restrukturisasi PTPN Tidak Jelas
jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Sitorus mengkritisi restrukturisasi PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Menurut Deddy, perombakan jajaran direksi PTPN dari rata-rata empat menjadi satu didampingi SEVP tidak jelas dalam skema kebutuhan korporasi dan tidak jelas visi yang akan dikembangkan BUMN.
Deddy mengungkapkan, penghilangan nomenklatur Direktur Utama dari struktur PTPN 1 hingga 14 mengundang tanya apakah PTPN masih layak disebut sebagai sebuah holding.
“Apakah sekarang semua menjadi satu entitas saja, yang artinya semua beban menjadi tanggung jawab holding? Menurut saya ini lebih tepat disebut sebagai merger, bukan holding,” kata Deddy, melalui pernyataan tertulis, Rabu (27/5/2020).
“Perlu disoroti ketidakjelasan restrukturisasi model bisnis perusahaan, apakah ada perubahan yang mendasar? Bagaimana visi PTPN ke depan dan strategi apa yang akan digunakan ke depan? Hal ini sebaiknya disampaikan agar menjadi jelas kepada semua stakeholder,” sambung Deddy.
Selama ini, kata Deddy, PTPN sudah dalam keadaan terpuruk karena dari 14 PTPN hanya sekitar 3 atau maksimal 4 PTPN yang mampu membukukan keuntungan. Bahkan menurut Deddy, jika dilihat kapasitas dan produktivitas produksi, banyak PTPN jauh di bawah swasta.
“Hal ini disebabkan kesalahan investasi di masa lalu, produktivitas lahan, kualitas rendemen, praktik pemeliharaan dan perawatan tanaman yang buruk, kualitas lahan, inefisiensi pabrik pengolahan, budaya kerja korporasi yang buruk dan banyak hal lainnya,” ucap Deddy.
“Masalah-masalah di atas telah menghantui hampir semua perkebunan milik negara dan tidak jelas road map pemecahan masalahnya. Hal-hal seperti itu tidak dikomunikasikan sebagai bagian dari penyehatan korporasi saat perampingan kemarin dilakukan,” kata Wakil Rakyat dari dapil Kalimantan Utara tersebut.
Deddy mendorong agar Komisi VI DPR RI segera menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan PTPN dan Kementerian BUMN untuk meminta penjelasan terkait restrukturisasi PTPN. Deddy menegaskan, DPR RI ingin mengetahui strategi PTPN dalam menyiasati anjloknya harga komoditi selama hampir sepuluh tahun terakhir.