Delapan Kali Dipenjara, Susah Mendapat Kepercayaan Warga
Husin yang menjadi ketua RT pun berusaha mendirikan sebuah perpustakaan mini. Ketika itu dia hanya mempunyai 50 buku. Perpustakaan itu pun tanpa rak. Karena itu, koleksinya hanya disimpan di sebuah kardus. Mereka yang ingin membaca pun harus duduk-duduk di batu nisan.
Tapi, kegigihan Husin tidak mandek. Dia tetap mengumpulkan buku-buku dari mahasiswa maupun dari yayasan-yayasan. ’’Saya nggak apa-apa kalau disuruh minta-minta buku. Yang penting anak-anak kami di sini tidak ketinggalan ilmu pengetahuan yang seharusnya didapatkan mereka,’’ ungkap Husin.
Usaha itu dilakukan secara rutin. Bak pengemis yang mengais-ngais meminta-minta. Selama 1,5 tahun Husin berusaha melengkapi koleksi perpustakaannya.
Sedikit demi sedikit bangunan semipermanen pun berdiri. Bangunan itu dibuat dari kayu dengan papan-papan membujur sebagai alasnya.
Kiprah tersebut sampai juga ke kuping Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Selama enam bulan Risma terus-menerus memberikan bantuan. Yakni, 2 lemari setinggi 1,5 meter dan meja. Perpustakaan yang hanya terdiri atas panggung papan itu pun diberi atap.
Dengan demikian, pengunjung dan koleksinya sama-sama terlindungi. Akhirnya, Januari lalu wali kota meresmikan perpustakaan unik tersebut.
Kepedulian Risma itu begitu membekas. Pada beberapa kesempatan, Husin selalu menyinggung bantuan wali kota tersebut. ’’Saya senang, ternyata wali kota benar-benar mau peduli terhadap rakyat miskin, pemulung, yang tinggal di kawasan makam Rangkah ini,’’ ungkapnya.
Sebanyak 50 buku pada awal berdirinya perpustakaan itu kini sudah beranak pinak menjadi 700 buku. Anak-anak pun kian gemar membaca dan giat mewarnai. Seorang petugas dari Pemkot Surabaya juga membantu menjadi penjaga saat jam kerja.