Demo di DPRD, Mahasiswa Kumandangkan Lagu Kebangsaan Malaysia
Protes Penghapusan Pas Lintas Batas Pulau Sebatikjpnn.com - KETERBATASAN jadi makanan sehari-hari warga perbatasan, terutama bagi masyarakat Pulau Sebatik, Kalimantan Utara. Nasionalisme di dada mereka dipupuk dengan nutrisi pasokan negara tetangga, Malaysia. Namun, sejak 1 Januari 2013 lalu pemerintah Malaysia menutup surat perjalanan lintas batas atau PAS lintas batas di Sebatik. Jadi jika warga pulau tersebut ingin menyebrang ke Tawau, Malaysia, mereka harus menyebrang dulu ke Kabupaten Nunukan dan menunjukkan paspornya.
Jalur yang sangat berliku itulah yang kini membuat warga pulau Sebatik kian menderita. Rabu (25/9) ratusan mahasiswa asal Pulau Sebatik pun mendatangi Gedung DPRD Kaltim di Samarinda untuk berdemonstrasi. Mereka meminta agar pemerintah lebih memperhatikan nasib warga Pulau Sebatik yang kini sedang kesusahan lantaran kian kesulitan memenuhi kebutuhannya karena tak bebas lagi masuk ke Tawau, Malaysia.
Bahkan saking jengkelnya lantaran orasinya tak digubris, para mahasiswa itu mengumandangkan lagu kebangsaan Malaysia, Negeriku dengan lantang. "Rahmat Bahagia, Tuhan Kurniakan, Raja Kita Selamat Bertahta," begitu sepenggal lagu kebangsaan negara tetangga yang dinyanyikan para mahasiswa.
"Jangan paksa kami memilih Indonesia atau Malaysia. Mari nyanyikan lagu kebangsaan Malaysia. Ikuti saya!" teriak Randy Reza Perdana, koordinator aksi dari Himpunan Pelajar Mahasiswa Sebatik (Hipmas) Samarinda.
Ketergantungan akan suplai kebutuhan pokok dari Negeri Jiran membuat aturan baru tersebut terasa menohok. Bagaimana tidak, 70 persen keperluan pangan, sandang, dan papan disuplai dari negeri tetangga via Tawau. Memang, warga Sebatik bisa membeli sembako di Tarakan. Namun, biayanya lebih mahal karena jaraknya yang lebih jauh ketimbang ke Tawau.
"Masyarakat Sebatik dirugikan dengan kebijakan ini. Dulu, dari Sebatik kami langsung ke Tawau. Sekarang, harus menggunakan paspor dan melalui imigrasi Nunukan," jelas Randy.
Dari Sebatik, memang diketahui lebih dekat menuju Tawau. Jarak tempuh dengan speedboat hanya sekira 15 menit. Setelah lahirnya kebijakan baru, warga harus menuju Bambangan (waktu tempuh dua jam dan biaya Rp 70 ribu), kemudian menyeberang ke Nunukan, baru melintas ke Tawau.
"Dulu 15 menit, sekarang empat kali lipat. Dulu penghasilan warga yang menyewakan speedboat mencapai Rp 300 ribu sehari, sekarang speedboat-nya tidak berguna lagi," sambung mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman (Unmul) itu.
Alasan penutupan PAS lintas batas di Sebatik, kata Randy, lantaran pemerintah Malaysia mengklaim jalur Sebatik menjadi pintu masuk narkoba. Selain itu, Sebatik juga disebut sebagai tempat transaksi senjata para teroris. Ada juga yang mengatakan, speedboat untuk penyeberangan dari Sebatik ke Tawau tidak memenuhi standar keamanan.
"Penutupan bukan solusi yang tepat. Jika memang itu masalahnya, pemerintah seharusnya memperketat keamanan," kata dia.
Mahasiswa juga menuding adanya rencana memarginalkan Sebatik yang ingin melepaskan diri dari Kabupaten Nunukan untuk menjadi kota. Mereka juga menyebut adanya skenario perampasan pendapatan asli daerah (PAD) dari Sebatik. "Sebab, PAD Nunukan sebagian besar dari tempat hiburan malam. Dan rekomendasi penutupan PAS lintas batas di Sebatik itu dari Pemerintah Nunukan," ujar pria yang mengaku kelahiran Sebatik itu.