Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Depenas Angkat Bicara, Jangan Terjebak oleh Upah Minimum!

Minggu, 21 November 2021 – 13:00 WIB
Depenas Angkat Bicara, Jangan Terjebak oleh Upah Minimum! - JPNN.COM
Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) angkat bicara terkait upah minimum yang akan diterapkan pada 2022. Ilustrasi pekerja pabrik: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) angkat bicara terkait upah minimum yang akan diterapkan pada 2022.

Anggota Depenas Joko Santosa menilai kebijakan pengupahan yang dilakukan pemerintah Indonesia bertujuan untuk normalisasi upah minimum (UM).

"Jadi pemerintah sedang berusaha melakukan normalisasi agar upah minimum ini berjalan sesuai fungsinya, sebagai jaring pengaman," ujar Joko Santosa di Jakarta, Minggu (21/11).

Anggota Depenas dari unsur pakar itu mengatakan jaring pengaman yang tengah dibangun tidak hanya ditujukan bagi pekerja baru, yakni pekerja dengan masa kerja di bawah 12 bulan.

PP No.36 Tahun 2021 ini juga bertujuan untuk melindungi pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan dari jebakan upah murah.

Menurutnya, upah minimum kerap menjadi upah efektif atau upah aktual. Artinya, pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan juga diberikan upah sesuai upah minimum sebagai akibat upah minimum yang sudah terlampau tinggi.

Padahal, kata Joko, pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan seharusnya diberikan upah berdasarkan struktur dan skala upah dengan kenaikan upah berdasarkan kinerja pekerja dan produktivitas perusahaan.

"Kalau jebakan upah murah terjadi yang dirugikan adalah pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan," katanya.

Depenas menilai upah minimum dijadikan sebagai upah aktual karena upah minimum di Indonesia sudah berada di atas median upah atau nilai tengah sebaran upah.

Berdasarkan metode Kaitz index, metode yang membandingkan antara upah minimum dengan median upah di suatu wilayah, didapati bahwa Kaitz Index Indonesia sudah di atas 1,1.

Padahal, berdasarkan standar ILO, Kaitz Index seharusnya berada di antara 0,4-0,6.

"Nilai upah minimum Indonesia itu nilainya sudah di atas median upah. Itu hanya terjadi di Indonesia," jelas Joko Santosa.

Akibat dari tingginya Kaitz Index tersebut, katanya, ada dua risiko yang dapat terjadi. Pertama, pengusaha tidak akan membayar upah sesuai UM dan kedua, pengusaha akan kesulitan untuk menaikkan upah bagi pekerja dengan masa kerja di atas 12 bulan.

"Berarti banyak pekerja yang masa kerjanya di atas 12 bulan ini akan dibayar dengan upah di kisaran upah minimum atau sedikit di atas upah minimum. Inilah yang disebut sebagai jebakan upah murah. Untuk itu seluruh pihak harus fokus pada upah berbasis produktivitas, bukan lagi kepada upah minimum," ujar Joko Santosa. (antara/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) angkat bicara terkait upah minimum yang akan diterapkan pada 2022.

Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

BERITA LAINNYA
X Close