Di Pucuk-pucuk Tebing Ini Dulu Para Anggota GAM Bersembunyi
”Ini namanya gua air karena sebelumnya memang gua,” tutur Ril –panggilan Ferizal– saat memandu.
Konon, papar Ril, puluhan tahun lalu ceruk itu tidak berisi air, melainkan kering dan dijadikan jalan.
Istilah warga setempat, jalan kerbau. Sebab, ternak sering lewat gua yang diyakini sepanjang 50 kilometer itu.
Setelah syekh yang tinggal di kawasan tersebut meninggal dunia, perlahan gua itu tidak lagi menjadi jalan orang, melainkan menjadi sungai bawah tanah dengan kedalaman sekitar 10 meter.
Ceruk itulah yang menjadi sumber air para gerilyawan GAM. Dulu Armansyah dan Ril-lah yang ditugasi untuk mengambil air.
Mereka harus menuruni tebing setinggi 100 meter itu dengan berjalan sejauh 2 kilometer.
Kami lalu turun lagi, kemudian menyeberangi Sungai Krueng Raba. Setelah perjanjian damai, pemerintah membuat semacam penahan/dam yang menjadi batas telaga dan sungai tersebut, menjadikan salah satu sisinya dangkal.
Kami berjalan menyusuri sisi dangkal tersebut. Sangat licin karena ditumbuhi lumut. Karena itu, kami harus ekstrahati-hati saat melangkah.