Di Taman Nasional, Hanya PLN yang Diizinkan
jpnn.com - ’’Peraturan Pemerintahnya baru jadi sebulan ini. Jadi kalau ada investor di bidang geothermal, gas bumi, mikrohidro, dan soal energi sekarang kewenangan ada di saya, dan saya akan buka keran seluas-luasnya untuk dieksplorasi untuk kepentingan rakyat,’’ aku Menhut. Khusus geothermal, kata dia, apalagi untuk suplay listrik PLN, pihaknya tidak akan mempersulit. ’’Paling lama tiga bulan. Saya berani menjamin itu, karena authority untuk mengeluarkan izin itu ada di Menteri Kehutanan,’’ papar menteri yang juga Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) ini. Tetapi kalau tambang terbuka, seperti batubara, lanjut dia, itu prosesnya panjang dan harus klir.
:TERKAIT Pertama, menyangkut kepentingan masyarakat luas, harus ada izin dari bupati, gubernur, menteri ESDM dan kalau berada di kawasan hutan sampai Menhut. Kedua, dampak lingkungannya juga harus dihitung secara cermat Apalagi, lokasi tambang itu berada di perbukitan yang rawan longsor, rawan banjir, dan rawan bencana. Karena itu, analisis dampak lingkungannya harus benar, tidak boleh error. Kemarin, Menteri Energi Australia juga hadir di kantor Menhut, menanyakan mengapa kali ini izin penambangan lebih rumit, repot dan prosedurnya berbelit. ’’Kalau di wilayah Hutan Taman Nasional dan Konservasi memang susah. Kalau di Hutan Tanaman Industri, tinggal di negosiasi Business to Business. Kalau kesulitan saya bisa bantu mediasi. Semua harus klir,’’ ungkap Zulkifli. Bagaimana dengan belasan perusahaan yang memiliki kontrak karya eksklusif itu? Seperti penambangan emas dan tembaga Freeport Indonesia di Tembaga Pura, Timika.
Lalu, PT Inco, pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara, PT Newmont Nusa Tenggara di Lombok, dan belasan perusahaan raksasa lainnya? ’’Yang kami lakukan adalah renegosiasi. Memang tidak adil, kalau pajak pertambangan itu hanya Rp 1.000 per kilogram? Itu hanya 0,3 persen dari hasilnya, kurang dari ukuran zakat fitrah 2,5 persen,’’ keluh pemilik sabuk hitam Kyokushin karate itu. Lama-lama, lanjut dia, sumber daya alam kita bisa habis terkuras, sementara perolehan negara dari sektor itu sangat minim. Tidak sebanding dengan perolehan investornya. Masyarakat juga tidak banyak mendapatkan banyak manfaat dari pertambangan. ’’Inilah yang tengah dibuat program, agar tidak boleh perusahaan itu mengekspor bahan baku. Semua harus diolah di dalam negeri dulu, jika perlu dikirim sudah menjadi bahan jadi.
Dengan begitu value-nya bisa dirasakan semua,’’ paparnya. Bagaimana dengan kebun kelapa sawit? Konon, izin untuk memperluas lahan sawit sering terkendala izin Menhut? ’’Ah, nggaklah! Saya sudah jelaskan di manamana, kami justru mendorong pengusaha sawit untuk memperluas lahan, dan menaikkan produksinya. Karena ada 12 juta hektare lahan kosong, dan sudah berizin? Bahkan sudah lama mengantongi izin, tetapi tidak segera digarap. Itu kan sayang sekali?’’ kata Menhut yang dimoderatori Bambang Janu, Pemred Kaltim Post itu. Yang dilarang, kata Zulkifli, adalah membuka hutan lagi. Apalagi menebang pohon di area Taman Nasional dan Hutan Konservasi? ’’Jadi yang tidak boleh itu merusak hutan. Kalau mengembangkan sawit ya boleh banget. Kita dorong untuk itu. Ditata, diatur yang baik, ditempat yang boleh untuk tanaman industri. Kami pro pertumbuhan yang tinggi, tetapi kami juga harus peduli lingkungan. Kalau hutan itu rusak, biaya rekonstruksinya bisa lebih mahal dari keuntungan usaha itu,’’ jelas dia. Industri Sawit, kata Menhut, akan dibela habis-habisan termasuk melawan kampanye negatif di luar negeri.
Dia beberapa kali ’’bertengkar’’ dengan Greenpeace. ’’Saya tantang mereka! Menhut merusak hutan di mana? Tunjukkan di mana? Kita boleh berdebat di mana saja, termasuk di kantor mereka. Di jalanan juga boleh. Pengusaha nasional, saat menghadapi persoalan di luar ya kita bela, tetapi di dalam negeri tetap harus tertib. Saya tahu sawit kita pernah diisukan mengandung kolesterol! Padahal, hasil penemuan di AS, sawit itu memiliki titik didih paling baik,’’ paparya. (don)