Didemo 2 Bulan Nonstop, Republik Islam Iran Mulai Melunak soal Hijab
jpnn.com, TEHERAN - Parlemen Iran dan kehakiman sedang meninjau undang-undang yang mewajibkan perempuan mengenakan penutup kepala, isu panas yang telah memicu demonstrasi anti-pemerintah di seluruh negeri selama dua bulan terakhir.
Gelombang pertama protes muncul pertengahan September lalu sebagai respons atas kematian Mahsa Amini di tahanan polisi moralitas Iran. Perempuan etnis Kurdi berusia 22 tahun itu ditangkap karena tidak mengenakan hijab yang sesuai dengan ketentuan pemerintah.
Para pengunjuk rasa membakar penutup kepala mereka dan meneriakkan slogan-slogan anti-pemerintah. Sejak kematian Amini semakin banyak wanita yang tidak memakai jilbab, terutama di bagian utara Teheran yang modis.
Jilbab menjadi wajib bagi semua wanita di Iran pada April 1983, empat tahun setelah revolusi 1979 yang menggulingkan monarki yang didukung AS.
"Baik parlemen dan kehakiman sedang bekerja (mengenai masalah ini)", apakah undang-undang perlu diubah, kata Mohammad Jafar Montazeri di kota suci Qom.
Dikutip pada Jumat oleh kantor berita ISNA, dia tidak merinci apa yang bisa diubah dalam undang-undang tersebut.
Tim peninjau bertemu pada hari Rabu dengan komisi budaya parlemen "dan akan melihat hasilnya dalam satu atau dua minggu", kata jaksa agung.
Presiden Ebrahim Raisi pada hari Sabtu mengatakan republik Iran dan yayasan Islam secara konstitusional mengakar.