Digital Marketing Dorong Peningkatan Kelas Pengusaha UMKM
jpnn.com, YOGYAKARTA - Anggota DPD RI GKR Hemas mengatakan kekhawatiran penurunan nilai tukar rupiah dapat diimbangi jika UMKM dijadikan fokus penguatan sebagai fondasi perekonomian Indonesia.
Hal tersebut disampaikan GKR. Hemas saat jadi pemateri Sarasehan Pengembangan UMKM Dalam Menyongsong Pasar Global di Kampus STIE YKPN Yogyakarta, Kamis (1/1/2018).
Menurut data dari Kemenko Perekonomian, Hemas menyebutkan profil ekonomi Indonesia terdiri dari perusahaan besar ada satu persen, perusahaan menengah ada 5,1 persen, dan perusahaan mikro dan kecil ada 93,4 persen. Artinya pelaku ekonomi UMKM menjadi salah satu faktor yang dapat mendorong kemajuan ekonomi di Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa jumlah unit UMKM mencapai 56.534.592 unit atau 99,9 persen dari total unit usaha di Indonesia. Tenaga kerja yang mampu diserap UMKM lebih dari 107.657.509 orang atau sebesar 97,16 persen dari angkatan kerja.
Kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional adalah sebagai berikut, kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebanyak 61,41 persen terhadap Tenaga Kerja : 96,71 persen dan terhadap Ekspor Non Migas sebanyak 15,73 persen. Dengan demikian peran UMKM (terutama mikro dan kecil) tidak dapat diremehkan.
Namun, menurut Hemas, besarnya peranan UMKM dalam negeri akan sulit bersaing jika tidak ditopang dengan faktor lain, yakni memanfaatkan “digital marketing”. Pesatnya perkembangan teknologi, banyak dimanfaatkan oleh pelaku ekonomi di banyak negara untuk memasarkan produknya lebih cepat, efisien, efektif, dan massif. Banyak orang menyebutnya sebagai revolusi digital, sehingga muncul istilah revolusi industri 4.0.
Tren ekonomi ini disebut juga era disruption, dimana model ekonomi konvensional digantikan dengan model ekonomi dengan teknologi yang sifatnya kreatif sekaligus destruktif. Model ekonomi digital yang lebih efisien, lebih bermanfaat, dan lebih murah ini telah menghancurkan model ekonomi konvensional.
“Para pengusaha taksi konvensional mengeluh dan panik menghadapi Go-Car atau Grab. Para agen distributor konvensional di Jawa mengalami kerugian besar karena pasarnya secara tak terlihat diambil pelaku-pelaku bisnis masa kini seperti Bukalapak,” ujar Senator DIY.