Dipotong Pakai Cusa, Harus Rapi dan Tidak Berdarah
Sabtu, 30 Januari 2010 – 04:50 WIB
Jujur, ciut juga nyali kami mendengar itu. "Sangat discourage," komentar dr Philia, salah seorang ahli anestesi dan konsultan ICU dari Surabaya. Tetapi, akhirnya kami sadar, dia pasti tak bermaksud mengecilkan hati kami. Namun sebaliknya, menantang kami agar lebih serius ketika mempelajarinya dan tidak over confidence atau kelewat pede, sepulang dari OOTC.
Keyakinan tersebut terbukti. Selama kami di sana, dr Pan termasuk yang tidak pelit berbagi ilmu dengan kami. Baik selama di kamar operasi maupun di luarnya. Tak lama berdiskusi, dokter andalan OOTC itu lantas mengajak kami ke ruang operasi di lantai 13. Akses ke ruangan tersebut sangat khusus dan tak bisa diterobos orang-orang yang tidak berkepentingan. Termasuk keluarga pasien-pasien VIP.
Di ruang operasi nomor delapan, kami melihat seorang lelaki tua yang sangat kurus sudah tergolek di meja operasi. Kulit perutnya sudah mulai disayat, tetapi rongga perutnya belum terbuka. Pasien yang kulitnya sudah sangat menghitam itu "ditangani" oleh tiga dokter saja. Tepat di atas kakinya, ada seorang perawat kamar operasi yang bertugas melayani alat-alat yang dibutuhkan ketiga ahli bedah itu. Misalnya gunting, benang, pisau bedah atau scalpel, kasa, spet, dan sebagainya.