Dirjen Kebudayaan Ajak Anak Muda Universitas Jember Memajukan Ragam Budaya Indonesia
“Sayangnya, banyak dari kita belum tahu bagaimana mengembangkan dan memanfaatkan harta yang luar biasa itu. Ilmuwan dan masyarakat internasional yang memiliki banyak hak paten. Kita mestinya bisa menggunakan daya cerna kultural, yakni menyerap dan memanfaatkan hal-hal baik dari sains dan teknologi untuk menghasilkan layanan dan produk baru,” ungkapnya.
Terkait pengaruh budaya asing, Hilmar menjabarkan bangsa Indonesia tidak mungkin bisa menutup masuknya pengaruh dari luar.
Ditambah adanya fakta menunjukkan bahwa secara historis budaya bangsa Indonesia lahir dari bermacam percampuran dengan budaya asing.
“Kuncinya, bukan pada seberapa kuat kita mengendalikan apa yang masuk ke kita tetapi meningkatkan kemampuan mencerna yang masuk. Kalau daya cerna budaya kita lemah, maka apa yang masuk akan memengaruhi kita. Namun, kalau daya cerna budaya kuat, kita akan mampu mengolah yang datang. Kita bisa menyikapi dan menyerap pengaruh budaya yang datang untuk menjadi bagian dari budaya kita,” tutur Hilmar.
Terkait ikon dan prioritas kebijakan budaya, Hilmar memaparkan pemerintah tidak perlu memfokuskan hanya pada satu ekspresi budaya.
Fokusnya adalah menghadirkan keragaman budaya dan memahami kekayaan budaya di masing-masing wilayah. Hal itu akan sangat merugikan karena bangsa ini memiliki terlalu banyak budaya.
Dia mengatakan bahwa berbicara tentang budaya nasional bukan berarti mereduksi apa yang ada di tingkat lokal untuk kepentingan nasional.
Justru, masyarakat Indonesi harus memikirkan secara serius bagaimana mengelola keragaman itu.