Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Diselamatkan Pabrik Jamu, tapi Kehilangan Ibu Selamanya

Sabtu, 27 Desember 2014 – 10:07 WIB
Diselamatkan Pabrik Jamu, tapi Kehilangan Ibu Selamanya - JPNN.COM
Surliyadin (kiri ) berusaha melewati point guard CLS Knights Dimaz Muharri pada Speedy NBL Indonesia Preseason Tournament Mangupura Cup 2014 di GOR Purna Krida Kerobokan, Badung, Bali, 13 Oktober lalu. Foto: Boy Slamet/Jawa Pos/JPNN.com

"Saya dan Andriansyah memilih ke kiri karena kalau ke kanan arah ke laut. Tapi, ternyata sama saja, semua sudah dikuasai air yang datang begitu dahsyatnya," ujar pria yang saat tsunami terjadi masih berusia 14 tahun itu.

Panik dan tidak tahu harus bagaimana, Itun dan beberapa orang yang juga berusaha menyelamatkan diri langsung naik ke atas pagar rumah orang di pinggir jalan. Nahas, karena derasnya air, pagar tersebut akhirnya roboh. Itun dan kakaknya tenggelam digulung gelombang tsunami.

"Semua orang yang naik pagar, termasuk saya, tenggelam dan mulai nggak sadar."

Tapi, itu tidak berlangsung lama. Sebab, tiba-tiba kepalanya terbentur material bangunan rumah yang membuat dirinya tersadar. Saat itulah, Itun langsung kepikiran untuk mencari tempat yang lebih tinggi dari permukaan air. Kebetulan, tidak jauh dari tempat dia terdampar, ada bangunan berlantai dua. Dengan sekuat tenaga, Itun pun berusaha menjangkau bangunan tersebut.

Dia terus mencari tempat pijakan untuk mencapai lantai dua bangunan itu. Suasana makin panik karena gelombang kedua tsunami datang lagi. Kali ini lebih besar daripada gelombang pertama.

"Saya teriak minta tolong kepada orang-orang yang ada di bangunan itu. Sebab, air lebih besar akan kembali menerjang. Untungnya, saya akhirnya bisa naik ke atas. Yang menarik tangan saya ternyata paman saya," ungkapnya.

Bangunan tinggi yang ternyata pabrik jamu itulah yang menyelamatkan Itun bersama kakaknya, Ardiansyah, serta pamannya, Mulyadi, dari ganasnya gelombang tsunami.

Saat itu, mereka belum tahu nasib orang tua dan kakak-kakaknya yang lain. Begitu air surut, Itun dan Ardiansyah pergi ke rumah pamannya, Mulyadi, yang ternyata kondisinya tidak begitu parah karena terletak di daratan yang lebih tinggi. Mereka pun bermalam di situ.

BENCANA memang membawa kepedihan. Tapi, selalu ada hikmah di baliknya. Misalnya, yang dialami Surliyadin, salah seorang korban tsunami Aceh yang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News