Disway Baru
Oleh: Dahlan IskanOh... "kok mundur begini....". Itu hanya saya katakan di dalam hati.
Saya pun ke Google Chrome. Seperti sedang browsing koran Pakistan. Ternyata memang muncul Disway di situ: dengan penampilan baru. Langsung kecewa. Berat. Hatiku pun kecewa. Merana. Hatiku pun merana.
"Kok Disway sayangku menjadi seperti itu".
Semua itu saya tahan-tahankan di dalam hati. Saya berusaha kuat untuk tidak menghubungi mereka. Saya takut keceplosan marah. Lalu saya redam saja dengan ''menyeolah-olahkan'' diri saya itu mereka.
Lalu saya bayangkan mereka pasti lagi stres berat. Kurang tidur. Diserang sana-sini.
Kalau saya hubungi mereka pasti hanya menambah stres saja. Maka saya pura-pura tidak tahu. Toh pagi itu sudah banyak komentar yang juga mewakili perasaan saya.
Tentu mereka membaca komentar itu –dan memilah-milahnya. Apalagi keesokan harinya terbit komentar pilihan saya. Yang tidak menyembunyikan semua kekecewaan komentator. Mestinya mereka tahu bahwa saya tahu.
Hari kedua pun saya masih menahan diri. Saya lihat mulai ada perbaikan. Belum semua. Saya pun membayangkan betapa sibuknya tim Disway melakukan coding.