Dokter Pasien
Oleh: Dahlan IskanPenembakan massal terus terjadi susul-menyusul di Amerika. Kejadian di Tusla ini hanya seminggu setelah penembakan massal di Uvalde, Texas: 19 siswa SD tewas oleh remaja bersenjata, Salvador Ramos. Ditambah dua orang guru di situ.
Motif penembakan di RS Tusla ini, menurut harian Oklahoma, pasien tidak puas. Si pasien kecewa pada dr Phillips. Sakitnya tidak sembuh –sakit tulang belakang.
Louis menjalani operasi tulang belakang sebulan lalu. Yang mengoperasi dr Phillips –ahli ortopedi terkemuka di Oklahoma. Kulit hitam. Ia juga aktivis kemanusiaan. Ia selalu jadi panitia peringatan pembunuhan massal terhadap orang kulit hitam di Tusla. Ia juga tergabung dalam dokter olahraga ternama.
Louis juga kulit hitam. Baru dua minggu lalu Louis boleh meninggalkan rumah sakit. Itu berarti dua minggu pula Louis rawat inap pascaoperasi.
Louis mengeluh sakitnya tidak sembuh. Itu terbaca dari surat tertulis yang ditemukan di pakaiannya. Hari itu ia pakai jaket besar. Ia datang ke RS dengan penuh kesadaran: ingin membunuh dr Phillips. Ia telah berkali-kali menyampaikan keluhannya itu. Tidak kunjung sembuh. Ia tidak sabar. Baru dua minggu. Ia ambil jalan pintas.
Kurang dari tiga menit setelah penembakkan pertama, polisi sudah tiba di rumah sakit. Bahkan polisi masih sempat mendengar bunyi tembakan terakhir: tembakan bunuh diri Louis.
Pasien tembak dokter seperti itu mengingatkan kejadian setahun lalu: seorang pasien datang ke klinik membawa bom. Dan senjata. Lima nakes wanita di ruang depan ia tembak. Satu meninggal, empat kritis.
Pelakunya, Gregory Ulrich, 68 tahun. Ia sudah divonis dewan juri kemarin pagi WIB. Gregory dinyatakan bersalah. Tinggal hakim memutuskan bentuk hukumannya: kemungkinan seumur hidup.