Donald Trump, Kebohongan dan Politik Zaman Now
Tapi, istilah fake news bagi Trump dan bagi orang normal kebanyakan tentu berbeda. Bagi Trump, fake news adalah berita yang paling dibencinya dan bisa membuatnya marah luar biasa. Terlepas berita itu benar atau tidak.
”Jadi, ketika Anda mendengar orang seperti Donald Trump meneriakkan kata fake news, mereka sebenarnya menolak untuk memercayai berita sebenarnya karena itu bertentangan dengan keyakinan mereka,” tegasnya.
Huxford berharap agar istilah fake news tak lagi digunakan. Sebab, itu seakan menyatakan semua media membuat berita bohong. Padahal, media-media mainstream tidak menulis berita bohong, berita semacam tersebut hanya ditulis media ekstrem tertentu.
Andrew M. Guess, asisten profesor bidang politik dan hubungan publik di Princeton University, mengungkapkan bahwa ada dua kelompok orang yang bakal terpengaruh dengan fake news. Yaitu, orang yang literasi media online-nya rendah dan orang yang mendukung kelompok tertentu.
Sebagai contoh, para pendukung Trump jauh lebih banyak terpapar berita bohong daripada pendukung lawannya. Pada Pilpres AS 2016, mayoritas berita bohong lebih menguntungkan Trump.
Guess menambahkan, berita-berita bohong berdampak pada banyak orang. Berdasar penelitiannya, secara kasar, 1 di antara 4 penduduk AS mengunjungi website yang berisi berita-berita bohong dalam 5 pekan.
Berdasar penelitian The Economist, selama masa kampanye, setiap orang dewasa di AS setidaknya terpapar berita bohong sekali. Sekitar 8 persen dari mereka percaya isi berita tersebut. (sha/c10/dos)