Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Dorong KPU Pertegas Quick Count Bukan Penentu Kemenangan

Kamis, 10 Juli 2014 – 11:31 WIB
Dorong KPU Pertegas Quick Count Bukan Penentu Kemenangan - JPNN.COM
Slide show yang ditampilkan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada konferensi pers Analisis Hasil Exit Poll dan Quick Count Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network "Pemenang Pemilu Presiden Versi Quick Count dan Analisa Distribusi Dukungannya di Aneka Segmen Pemilih" di kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (9/6). Menurut LSI, pasangan Jokowi unggul di angka 53,37%, sedangkan pasangan Prabowo-Hatta 46,63%. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Dua pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) peserta pemilu presiden (pilpres) 2014 sama-sama mengklaim sebagai pemenang pemilu presiden (pilpres) dengan mengacu hasil hitung cepat perolehan suara atau quick count. Padahal, hasil hitung cepat bukanlah dasar hukum untuk menetapkan pemenang pilpres.

“Kedudukan hukum hasil quick count oleh lembaga survei tidak ada apa-apanya. Maka tidak boleh dijadikan dasar untuk menyatakan sebagai pemenang pilpres. Kalau ada yang mengklaim sebagai pemenang dan bertindak seolah-olah sebagai pemenang, itu tidak etis dan tidak tahu kedudukan hukum hasil quick count,” kata pakar hukum dari Universitas Islam Indonesia, Mudzakkir kepada wartawan di Jakarta, Kamis (10/7).

Oleh karenanya, Mudzakkir mendesak KPU untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai perbedaan hasil quick count yang dilakukan sejumlah lembaga survei. Ia juga meminta KPU untuk memberikan teguran kepada pasangan capres yang telah mengumumkan diri sebagai pemenang pilpres.

Ke depannya, KPU diharapkan mengatur lebih lanjut mengenai hasil quick count dalam peraturan pemilu. “KPU sebaiknya mengaturnya dalam peraturan KPU tentang hasil quick count," ujarnya.

Terkait perbedaan hasil survei Pilpres 2014, Mudzakkir menilai hal tersebut wajar karena sifatnya riset sosial. Namun, ia mengingatkan bahwa derajat perbedaan akan mempengaruhi tingkat akurasi antara lembaga survei yang satu dan lainnya.

Ia menambahkan, sebuah lembaga survei seharusnya menyelenggarakan kegiatan penelitian ilmiah yang memiliki sifat objektif, metodik, sistematik, dan universal. Kalaupun survei tersebut terikat kontrak dengan lembaga lain, maka sifat ilmiahnya harus dijaga.

"Jika tingkat akurasi rendah, berarti tingkat kepercayaan hasil juga rendah. Hasil lembaga survei untuk konsumsi publik. KPU harus melakukan evaluasi. Bagi lembaga survei yang tidak kredibel, sebaiknya tidak diizinkan quick count pemilu agar masyarakat tidak memperoleh informasi yang sesat,” tandasnya.(dil/jpnn)

JAKARTA - Dua pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) peserta pemilu presiden (pilpres) 2014 sama-sama mengklaim sebagai

Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

BERITA LAINNYA