DPRD DKI: Jokowi – Anies Baswedan Sebaiknya Berkolaborasi Dalam Menangani Banjir
jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi B DPRD DKI Wahyu Dewanto mengatakan Presiden Jokowi dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebaiknya berkolaborasi dalam mengatasi permasalahan banjir di Jakarta. Kolaborasi ini diperlukan karena permasalahan banjir sangat kompleks.
Wahyu melihat, tanpa dukungan pemerintah pusat, tidak mungkin DKI menyelesaikan permasalahannya sendiri meski memiliki anggaran untuk membangun dan mengoperasikan tanggul laut.
Politikus Gerindra ini memetakan setidaknya ada tiga hal yang menjadi masalah banjir di Jakarta. Yaitu air dari hulu, air di Jakarta dan pasang air laut.
"Bagian pertama, untuk air dari hulu, perlu diperhatikan kemampuan penyerapan air. Dengan banyak dibangunnya kawasan hulu, kemampuan penyerapan air jauh berkurang. Ingat, Belanda membangun hutan menjadi kebun teh di Puncak, mereka membangun Banjir Kanal Barat," kata Wahyu di sela meninjau kondisi banjir sekaligus memberikan bantuan di Jakarta, Jumat (3/1).
Menurut Wahyu, kemampuan penyerapan air di hulu bisa mengendalikan pembangunan, membuat sumur-sumur resapan, membangun waduk dan embung guna menahan kecepatan laju air yang turun ke Jakarta. Serta mengelola sampah dan limbah agar tidak mengalir ke Jakarta dan mengganggu aliran air ke laut.
Wahyu menyontohkan program yang paling nyata terkait pembangunan sodetan dari Ciliwung ke BKT dan normalisasi sistem sungai. Dia juga menyontohkan kasus lainnya, yaitu Kali Krukut, mayoritas di Jakarta, tetapi salurannya sempit sehingga menyebabkan Kemang banjir.
"Bagian kedua, untuk pasang air laut, tanggul penahan harus dibangun. Kemarin ada yang jebol, dan itu pasti berkontribusi terhadap perlambatan air banjir mengalir ke laut. Penurunan tanah terutama di pesisir harus dipantau secara serius dan diupayakan pencegahannya dengan serius juga. Penyediaan 100 persen layanan PAM harus diprioritaskan untuk kemudian dilarang pengambilan air tanah pada daerah yg sudah terlayani," jelas Wahyu.
Lebih lanjut kata Wahyu, pembangunan sistem pengolahan air limbah harus segera dimulai sebagai antisipasi rencana pendirian tanggul laut. Untuk memonitor seberapa besar perubahan kemampuan penyerapan air di Jakarta dan Daerah Aliran Sungai yang mengalir menuju Jakarta, lanjut dia, juga harus dimonitor secara saksama, sehingga pemerintah mampu menghitung apakah pembangunan lahan masih bisa dilakukan.
"Tanggul laut berfungsi untuk memisahkan pasang laut dan aliran air dari sungai agar tidak berkolaborasi menjadi banjir. Selain itu, kolam di daerah pantai yang ada akibat pembangunan tanggul bermanfaat untuk menjadi waduk penampungan air, tanpa perlu biaya pembebasan lahan, sebelum dipompa ke laut. Pada saat air pasang dan debit aliran sungai tinggi tidak terjadi bersamaan, banjir tidak terlalu parah," kata dia.
Wahyu menerangkan, pasang tinggi saja sudah mengakibatkan banjir rob di daerah pesisir utara. Pasang surut, rob hilang. Debit aliran sungai tinggi, dapat menimbulkan banjir akibat luapan sungai. Debit turun, luapan surut. Namun kalau debit sungai tinggi dan air laut pasang bersamaan, itu yang paling berbahaya.
Bagian ketiga, lanjut Wahyu, apabila sudah disetujui, minta kesepakatan dengan pemerintah pusat sehingga jelas bahwa hal ini akan didukung. Sebab tanpa dukungan pemerintah pusat, tidak mungkin DKI menyelesaikan permasalahannya sendiri.
"Komitmen pusat penting, sebagai contoh, menghilangkan Kalijodo hanya bisa terjadi karena dukungan penuh aparatur penegak hukum," jelas Wahyu.(tan/jpnn)