Dua Jam Jalan Kaki untuk Cari Sinyal Internet
Kebutuhan paling mendasar dan paling banyak, kata Ardiansyah, adalah air minum. Mereka harus berbelanja secara lebih. Pasalnya, Sorong termasuk wilayah sulit air. Air bersih didapat dari air tadah hujan yang turun pada musim hujan. Air dari langit itu ditampung di tempat-tempat penampungan yang telah disiapkan. Untuk kebutuhan mencuci dan lainnya, air hujan ditampung di kolam tanah.
Meskipun hidup di tengah keterbatasan, Ardiansyah siap menjalani ikatan kontrak mengajar selama 12 bulan. Bahkan, dia siap jika kontraknya diperpanjang. ’’Melihat semangat para siswa yang terus meningkat, saya jadi betah,’’ paparnya.
Lain lagi cerita Rafika, peserta program SM-3T yang ditempatkan di SDN Maralol, Kecamatan Salawati Selatan, Kabupaten Sorong. Alumnus FKIP UNM itu mengajar di kawasan yang lebih terpencil lagi daripada di Ninjemor.
’’Untuk menjangkaunya, kita harus naik kapal kecil selama dua jam. Pokoknya lebih terpencil dibanding di sini (Ninjemor),’’ kata Rafika.
Pada awal program, gadis 23 tahun itu tidak langsung mengajar. Dia memilih lebih dulu mengenalkan Indonesia kepada para siswa dan masyarakat setempat. Menurut Rafika, banyak anak di kampungnya yang tidak tahu nama presiden Indonesia.
’’Sebenarnya, ada guru yang mengajar di sini. Tapi, mereka hanya sehari di sekolahan dan sebulan di kota,’’ ungkap Rafika sembari tersenyum.
Dengan kondisi itu, pembelajaran di kelas jelas seadanya dan formalitas belaka. Tak heran, para siswa tidak tahu nama presidennya atau perihal keindonesiaan lainnya.
Selain itu, Rafika juga dihadapkan pada sikap para murid yang malas. ’’Saya harus mendatangi rumah siswa, membangunkan mereka dari tidur, dan mengajak ke sekolah,’’ ujarnya.