Dua Wartawan Jerman Takjub dengan Aksi Bonek
jpnn.com, SURABAYA - Gairah sepak bola di Surabaya membuat duet wartawan asal Jerman Marco Peters dan Marten Becker kagum. Mereka menyempatkan diri merasakan langsung atmosfer laga Persebaya Surabaya versus PSBI Blitar di Gelora Bung Tomo, Surabaya, Rabu malam (2/8).
”Sebenarnya niat awal kami hanya ke Sleman karena punya teman (warga Jerman, Red) yang tinggal di sana. Kemudian, suporter PSS Sleman merekomendasikan agar kami meliput Bonek dan Persebaya juga. Setelah kami baca, ternyata sejarah klub ini sangat luar biasa,” terang Becker yang merupakan fotografer.
Ya, sebelumnya dua wartawan dari media Jerman Erlebnis Fussball itu sempat menyaksikan laga Persib Bandung kontra Persija Jakarta di Bandung (22/7). Lalu bergeser ke Sleman untuk mewawancarai Brigata Curva Sud, suporter PSS. Baru Selasa (1/8) mereka tiba di Kota Pahlawan.
Mereka sudah tiba di stadion berkapasitas 55 ribu penonton tersebut sejak sore. Keduanya sempat mengelilingi stadion untuk mengamati situasi sekitar satu jam sebelum kickoff. Mereka juga sempat mengobrol dengan Presiden Persebaya Azrul Ananda dan Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana.
Becker dan Peters mengaku sangat antusias meliput laga Persebaya tersebut. Atmosfer stadion yang dihadiri 22 ribu penonton itu membuat mereka teringat akan atmosfer sepak bola di Jerman. ”Sangat bagus. Suporter mendukung timnya dengan menyanyikan lagu dan mengibarkan syal,” ujar Peters.
Rencana liputan ke Indonesia bermula dari menyaksikan video aksi suporter tanah air melalui YouTube. Mereka pun mengajukan proposal kepada redaksi untuk meliput. Kebetulan, media mereka memang sangat concern terhadap aktivitas dan tradisi suporter di berbagai belahan dunia.
Begitu tiba di Indonesia, baru mereka menyadari bahwa pemain level dunia seperti Michael Essien dan Peter Odemwingie membela klub-klub negeri ini. ”Selama ini orang Eropa melihat sepak bola Asia adalah Liga Tiongkok. Kami sering berbicara mengenai sepak bola Tiongkok,” imbuh Becker.
Indonesia, lanjut Becker, kurang diekspos media Eropa. Tidak banyak media Jerman atau bahkan Eropa yang menulisnya. ”Padahal, di sini ada banyak hal unik. Lihat saja alat musik yang dibawa suporter, semakin membuat semarak pertandingan,” ucap pria 24 tahun itu. (dit/c9/ham)