Duh, Dana Desa Malah Dianggap Beban
jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPP Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Republik Indonesia (LPM-RI) M Al Khadziq menilai, pemanfaatan dana desa miskin kreativitas. Kebanyakan hanya sebatas memenuhi standar formal pelaksanaan program.
Menurut pantauannya, aparat desa kurang memikirkan unsur kemanfaatan dan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan karakteristik serta kebutuhan lokal daerah mereka masing-masing.
Namun, hal tersebut tak sepenuhnya kesalahan mereka. Pasalnya, ruang gerak para aparat desa ini sangat terbatas.
"Saya sedang turun ke desa-desa di kampung saya, Temanggung, Jateng, saya jumpai banyak yang justru (aparat desa) menganggap dana desa sebagai beban, bukan sebagai berkah yang harus disyukuri masyarakat desa,” kata pria yang biasa disapa Mas Hadik ini, seperti diberitakan RMOL.co, Sabtu (2/9).
Buka tanpa sebab, menurut dia, dianggap sebagai beban karena peruntukan dana desa sudah ditentukan ketat oleh pemerintah pusat. Standar pelaporan yang diterapkan sangat ketat pula, layaknya sebuah satuan kerja instansi pemerintah daerah.
Nah, lanjut dia, hal yang wajar jika instansi pemerintah dituntut membuat laporan berstandar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tapi untuk aparat desa hal ini sulit dilakukan karena kualitas sumberdaya manusia yang terbatas.
"Di dinas-dinas Pemda sumberdaya manusianya banyak dan berpendidikan tinggi, tapi aparat desa kan terbatas mereka, bahkan banyak yang hanya lulusan SMP,” katanya.
Meskipun begitu, dia juga tak setuju aparat desa terlalu diberi kelonggaran dalam merealisasikan dana desa. Pasalnya, itu berpotensi membuka kemungkinan terjadinya penyimpangan baru.