Dulu Sering Banjir, Sekarang Dikunjungi Turis Asing
Tidak hanya mengajarkan kepada anak-anak muda, Amir juga sering menyumbangkan sisa bahan proyek ke kampungnya. Jadi, bahan membuat relief, lukisan, dan taman sering menggunakan sisa proyek.
Pemuda kampung itu juga pintar membuat bonsai. Hasilnya dijual ke pedagang bunga. Selain itu, kata Wakil Ketua RW 2 Sudiro, bonsai tersebut kerap dijual sepaket dengan proyek yang digarap Amir. Itu mereka lakukan sejak 2007.
Warga Wonokitri juga punya bakat seni tradisional. Mereka punya kelompok kesenian Wisnu Budoyo. Pemimpinnya adalah Ketua RW 2 Karyono. Mereka tampil dengan memainkan aneka bentuk kesenian. Misalnya, ketoprak, kentrung, atau karawitan. Kelompok itu kerap diundang ke berbagai acara. Misalnya, pernikahan, sunatan, atau pentas lain di luar kota. Masih kurang? Mereka punya Garuda Emas. Yang terakhir itu adalah grup musik yang kerap digandeng Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya untuk mengisi acara.
Pemberdayaan ekonomi di kampung itu cukup berhasil. Misalnya, untuk anak-anak muda. Pengurus RT dan RW membukakan warung giras. Awalnya, mereka diberi modal Rp 300 ribu. Sekarang setiap hari mereka bisa mendapatkan omzet Rp 400 ribu hingga Rp 700 ribu. Tiga karyawan dipekerjakan dan dibayar Rp 70 ribu per hari. Jadi, selain modal kembali, mereka bisa mempekerjakan warga. Usaha lain adalah abon dan katering yang juga menggandeng warga kampung.
Di sisi kekompakan dan keguyuban, warga Wonokitri tidak perlu ditanya lagi. Misalnya, saat ada acara kampung, mereka tidak hanya kompak berkumpul. Mereka juga kerap mengenakan pakaian adat. Mulai baju adat Madura, Bali, Surabaya, hingga Jawa Tengah. Ketika di satu RT ada acara, RT di wilayah lain ikut membantu.
Sekretaris RW 2 Murna Inrianto menuturkan, pihaknya ingin menjadi kampung unggulan di Surabaya. Jadi, unggul di semua bidang. Baik kebudayaan, ekonomi, maupun sosial. Ke depan, pengurus RW membentuk badan usaha yang menyatukan potensi ekonomi yang ada di kampung tersebut.
Menurut Murna, tujuh tahun lalu kampungnya menjadi langganan banjir. Kondisi lingkungan juga tidak serapi sekarang. Karena bosan dengan banjir, warga akhirnya meninggikan jalan dan melakukan pavingisasi. Berbagai pelatihan dilakukan. Akhirnya, setelah tujuh tahun, kampung itu berubah. Yang dulu banjir, sekarang sering dikunjungi turis asing. (*/c7/dos)