Dwelling Time, Persoalan Klasik yang tak Dituntaskan
“Jika ingin semuanya berubah, sudah saat memberikan penguatan kepada Otoritas Pelabuhan sebagai otoritas tunggal. Selama ini Otoritas Pelabuhan belum memainkan peranannya sebagai regulator dan kalah pamor dengan Pelindo yang punya banyak dana,” tuturnya.
“Hal lainnya dengan mengalihkan sebagian volume kegiatan bongkar-muat kontainer ekspor-impor ke Cikarang Dry Port untuk custome clearance," imbuhnya.
Khusus untuk CDP, Zaldy meminta pemerintah agar tidak memperlakukannya sebagai anak tiri yang telah menjadi contoh buruk untuk program private public partnership. Pasalnya, berdirinya CDP karena permintaan pemerintah dan Bea Cukai untuk mengurangi beban Tanjung Priok.
Sementara, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Logistik Carmelita Hartoto. Menurutnya, selama ini Pelabuhan Tanjung Priok menanggung sekitar 70 persen aktivitas bongkar muat di Indonesia.
Bahkan, pada saat peak arus bongkar muat, kerap terjadi kemacetan sehingga dwelling time menjadi lebih lama. “Saya yakin, kalau sebagian aktivitas di Tanjung Priok dialihkan ke Cikarang Dry Port pasti akan lebih efektif, sambil kita menunggu pembangunan Marunda Port atau pun Cilamaya,” ujarnya.
Pernyataan Carmelita ini didasarkan pada kepeduliannya untuk menurunkan dwelling time di Tanjung Priok yang telah menjadi masalah klasik yang sejak lama dihadapi pengusaha perkapalan. “Saatnya kita selesaikan persoalan dwelling time, sebab persaingan makin ketat memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN,” tegasnya.
Terpisah, Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G Ismy, juga menaruh harapan besar jika ada pembenahan di Tanjung Priok.
“Ini mejadi angin segar karena ada harapan untuk pembenahan infrastruktur industri logistik dan perubahan besar di pelabuhan,” ujarnya.