Ekonomi Tiongkok Melambat, Ketidakpastian Meningkat
Tak bisa dimungkiri, pertumbuhan trimester kedua tahun ini merupakan catatan terburuk Tiongkok. Tiga dekade terakhir, ekonomi Tiongkok mengalami bulan madu. Beberapa kali pertumbuhan mereka mencapai dua digit.
Pada 2007, pertumbuhan PDB Tiongkok sempat mencapai 15 persen. Sementara itu, titik terendah mereka adalah 6,4 persen. Rekor buruk itu pernah tercatat pada kuartal pertama 2009 dan kuartal pertama tahun ini.
"Saat ini rasanya susah mengingkari fakta bahwa perang dagang AS-Tiongkok telah memengaruhi ekonomi dunia," ujar Stephen Innes, pakar di Vanguard Markets.
Dua raksasa ekonomi itu sudah menerapkan sanksi yang menjamah barang dengan nilai lebih dari USD 360 miliar (Rp 5.011 triliun). Sanksi yang berupa kenaikan pajak impor tentu menurunkan nafsu konsumen dan memperlambat kinerja produsen.
Tiongkok masih saja menggunakan resep yang sama. Mao mengatakan bahwa pemerintah bakal kembali memberlakukan insentif untuk mendorong kinerja industri. "Masih banyak manuver yang dilakukan," ungkapnya.
Hal itu membuat AS dan Tiongkok terus berputar di lingkaran setan. Sebab, salah satu alasan Presiden AS Donald Trump memulai perang dagang adalah sistem insentif Tiongkok. Menurut AS, Negeri Tirai Bambu menggunakan banyak cara kotor untuk meraup keuntungan di pasar global.
Beijing sudah melakukan banyak hal untuk menyokong pertumbuhan ekonomi. Mulai pemotongan pajak, restrukturisasi perusahaan, sampai devaluasi. Melihat kondisi saat ini, pengamat memperkirakan Tiongkok menambahkan insentif tersebut.
"Tiongkok tak melanggar aturan apa pun. Ini hanyalah satu di antara banyak model ekonomi negara," kata Li Yiping, profesor bidang ekonomi di Renmin University. (bil/c19/dos)