Eks Anggota Tim Mawar Menilai Pilkada Bisa Ciptakan Politik Dinasti
"Hal yang lebih buruknya pilihan yang dipaksakan ke masyarakat itu sosok tidak kompeten. Karena bisa maju di Pilkada lewat kekuatan politik dinasti, bukan karena dia cakap," lanjutnya.
Selain dinasti politik, Fauka menuturkan pelaksanaan pilkada juga lebih berisiko membuka peluang korupsi, karena para kandidat harus memiliki dompet tebal untuk mengikuti kontestasi.
Para kandidat yang sudah menghabiskan banyak uang saat kampanye tersebut dikhawatirkan akan berupaya mencari cara mengembalikan modal lewat korupsi ketika sudah menjabat.
"Belum lagi risiko kontrak politik kalau ada cukong yang mendanai kampanye kepala daerah. Kepala daerah terpilih seperti itu hanya mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan cukong," tuturnya.
Dia menilai pilkada dan otonomi daerah juga merugikan masyarakat karena pembangunan menjadi tidak merata dan ego masing-masing kepala daerah untuk menjalankan program sesuai keinginannya.
Tidak hanya itu, dia menyebutkan pelaksanaan pilkada juga dirasa membebani anggaran belanja negara (APBN) yang harusnya dapat digunakan untuk membangun daerah menjadi terbuang tanpa hasil.
"Tidak ada acuan kepala daerah untuk menjalankan program. Lain bila kepala daerah ditentukan pemerintah pusat. Dapat dijaring sosok-sosok yang tepat dan memiliki program kerja pasti," lanjutnya.
Dia menyebutkan atas hal tersebut pilkada dan otonomi daerah dianggap perlu dihapuskan, sehingga kewenangan menetapkan pemimpin dan kebijakan kembali diambil pemerintah pusat lewat satu mekanisme.