Ekspor CPO Tumbuh 57,42 Persen
Rancangan kebijakan tersebut sebagai kompromi politisi di internal UE yang bertujuan mengisolasi, dan mengecualikan minyak kelapa sawit dari sektor biofuel UE yang menguntungkan minyak nabati lainnya, termasuk rapeseed yang diproduksi UE.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Muhammad Sjah Djafar mengatakan, kebanyakan yang ditentang adalah industri turunan CPO.
Namun, karena kebanyakan Kaltim masih mengekspor CPO, itu belum berdampak banyak di Bumi Etam.
Akan tetapi, bukan berarti dibiarkan. Pemerintah harus tetap melakukan gerakan agar kampanye tersebut tidak berlangsung dalam jangka panjang, sebelum berimbas terhadap ekspor.
“Peningkatan permintaan CPO Kaltim triwulan I 2019 bersumber dari India, Eropa dan beberapa negara ASEAN,” katanya, Jumat (21/6).
Dia menjelaskan, naiknya ekspor CPO ke India dipengaruhi keputusan pemerintah negara tersebut untuk menurunkan tarif bea masuk komoditas CPO dan turunannya dari negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia.
Untuk CPO tarif bea masuk diturunkan dari 44 persen menjadi 40 persen. Sementara itu, untuk produk turunan CPO tarifnya diturunkan dari 54 persen ke 50 persen.
Untuk diketahui, Asosiasi Minyak Nabati India, yaitu The Solvent Extractors’ Association of India menyatakan, kebutuhan impor minyak nabati India sebesar 15,5 juta ton dan 60 persen di antaranya bersumber dari Malaysia dan Indonesia.