Ekspor Hasil Pertanian Cemerlang di Tangan Amran
Besarnya nilai ekspor bulan Januari hingga Septermber 2017 ini karena adanya peningkatan volume ekspor dibandingkan periode yang sama di tahun 2016. Misalnya ekspor kelapa sawit Januari hingga Septermber 2017 mencapai 24,83 juta ton, kelapa 1,32 juta ton, kopi 377.976 ton, dan kakao 256.383 ton. Sementara pada periode yang sama tahun 2016, ekspor kelapa sawit hanya 19,52 juta ton, kelapa 1,12 ton, kopi 267.058 ton dan ekspor kakao hanya 240.569 ton.
Tak hanya ekspor komoditas perkebunan, komoditas lain pun ikut naik. Di antaranya ekspor nenas Januari hingga September 2017 mencapai 136.261 ton, beras 4.072 ton, kedelai 52.340 ton, kacang hijau 22.196 ton dan ekspor bawang merah 2.719 ton. Sedangkan pada periode Januari hingga Septermber 2016, ekspor nenas cukup kecil yakni hanya 89.270 ton, beras 2.321 ton, kedelai 9.120 ton, kacang hijau 16.423 ton dan ekspor bawang merah hanya 440 ton.
Harus diakui, capaian ini semakin menguatkan bahwa kebijakan pertanian Menteri Amran benar-benar sebagai lokomotif pengejewantahan Nawacita pemerintahan Jokowi-JK. Pertama, mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Kedua, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
Mengapa demikian? Jawabannya sangat akuntabel, yakni karena ekspor memiliki peran penting dalam kegiatan perekonomian suatu negara yakni terwujudnya kemandirian ekonomi. Ekspor akan menghasilkan devisa, membentuk nilai tambah dan selanjutnya menggerakkan sektor strategis ekonomi dalam negeri.
Kemudian, berdasarkan data dan fakta di atas, program strategis Menteri Amran tidak hanya memacu ekspor komoditas pangan di daerah sentra produksi, tetapi fokus pada pengembangan pertanian wilayah perbatasan, sehingga masyarakat pinggiran atau pedesaan dapat membangunkan lahan untuk menghasilkan produk pangan yang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri, tetapi juga untuk diekspor ke negara-negara tetangga.
Merujuk pendekatan ekonomi Keynesian, bahwa ekspor sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. Karena itu, peningkatan nilai ekspor yang dicapai di atas, tentunya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan prasyarat bagi berlangsungnya pembangunan ekonomi atau dengan kata lain terbentuk negara yang sejahtera.
Faktanya, selama kurun waktu 2015 hingga 2016, kesejahteraan petani meningkat. Karenanya, kemiskinan dan kesenjangan menurun. Data BPS menyebutkan, angka kemiskinan di pedesaan tahun 2016 turun 1,53 persen dan Gini Rasio di desa tahun 2016 pun turun 2,10 persen.
Selanjutnya, di tahun 2016 Nilai Tukar Petani yang mengukur kesejahteraan sebesar 101,59 atau naik 0,06 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Nilai Tukar Usaha Pertanian pun naik, di tahun 2016 mencapai 107,45 atau naik 2,31 persen dibanding tahun 2015.