Elektabilitas Jeblok, NasDem Tak Ikut Nikmati Efek Jokowi
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Ujang Komarudin menilai partai-partai pendukung Joko Widodo tak seluruhnya memperoleh insentif elektoral di Pemilu 2019 meski sama-sama mengusung presiden yang beken disapa dengan panggilan Jokowi itu. Dalam pengamatan Ujang, Partai NasDem bukanlah parpol yang ikut menikmati insentif elektoral dari Jokowi effect.
Pendapat Ujang sebagai tanggapan atas hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tentang elektabilitas partai jelang Pemilu 2014. Di antara parpol pendukung Jokowi, NasDem dan Hanura tak mampu melewati parliamentary threshold 4 persen.
Sedangkan parpol lain pendukung Jokowi seperti PDI Perjuangan, Golkar, PKB dan PPP lolos parliamentary theshold. Bahkan, elektabilitas PDIP mencapai 24,1 persen karena dianggap identik dengan Jokowi.
“Jadi ruang Nasdem untuk mengidentifikasi diri dengan Jokowi menjadi sulit. Maka yang terjadi tidak ada linearitas antara kampanye Nasdem untuk Jokowi terhadap elektabilitas Nasdem," ujar Ujang kepada wartawan di Jakarta, Jumat (20/7).
Pengajar di Universitas Al Azhar Indonesia itu mengatakan, PDIP memperoleh insentif elektoral dari Jokowi effect karena dianggap sama-sama memperjuangkan wong cilik. Sedangkan NasDem, kata Ujang, terkesan elitis.
“Jokowi sering blusukan mendekati wong cilik. Sedangkan Nasdem masih terlihat elitis dan tidak identik dengan Jokowi," tuturnya.
Karena itu Ujang menilai slogan Jokowi Presidenku, Nasdem Partaiku yang dipajang di mana-mana tak berpengaruh banyak kepada partai pimpinan Surya Paloh itu. Dalam dugaan Ujang, elektabilitas yang jeblok membuat NasDem menggaet legislator dari partai lain dan para artis untuk diusung di Pemilu Legislatif (Pileg) 2019.
Ujang menambahkan, menggandeng artis sebagai vote getter kemungkinan akan menaikkan elektabilitas NasDem. ”Itu wajar, karena Nasdem harus lolos lagi ke Senayan," jelasnya.