Empat Bulan Dipaksa Habiskan Dana Desa, Kades Rawan Dipenjara
jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah pusing memikirkan rendahnya penyaluran dana desa. Dari total Rp 20,7 triliun anggaran yang digelontorkan pemerintah pusat sejak Mei lalu ke rekening pemerintah kabupaten/kota, diketahui baru 30 persen yang tersalurkan ke desa-desa.
Dua menteri, yakni Mendagri Tjahjo Kumolo dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (DPDTT) Marwan Jafar, pun rajin menyampaikan pernyataan agar para bupati/walikota segera menyalurkan dana desa, agar program-program di tingkat desa bisa segera dikerjakan.
Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Arif Nur Alam mengatakan, akan muncul masalah jika dalam sisa empat bulan ini para kepala desa dipaksa menghabiskan dana desa.
Pertama, banyak kepala desa berpotensi terjerat kasus korupsi. "Karena uang negara harus dikelola secara transparan dan akuntabel. Sedang kita tahu, sistem perencanaan belum disiapkan. Banyak desa yang SDM-nya masih kurang mumpuni dalam hal pengelolaan keuangan negara. Sistem pertisipasi masyarakata desa dalam hal pengawasan juga belum bagus," terang Arif Nur Alam kepada JPNN kemarin (8/9).
Masalah kedua yang bisa muncul, jika dalam empat bulan sisa tahun anggaran 2015 ini kepala desa dipaksa menghabiskan dana desa, adalah konflik di tingkat desa.
Menurut Nur, potensi konflik muncul lantaran sistem demokrasi di tingkat desa belum baik. Jika dana desa digunakan secara jor-joran dalam empat bulan ini, maka di desa-desa yang menjelang pilkades, akan dengan mudah dipolitisasi oleh para tim sukses para kandidat.
Potensi konflik juga berpeluang muncul antara masyarakat dengan pemerintah desa, terkait penggunaan dana desa yang nilainya ratusan juta itu.
Karenanya, Arif mengingatkan pemerintah pusat agar tidak terlalu memaksakan dana desa harus terserap 100 persen dalam sisa empat bulan ini. "Jangan hanya dikejar target serapan tapi pengelolaan dan pertanggungjawabannya tidak jelas," ujarnya.