Enam Catatan Kritis YLBHI untuk Polri di Hari Bhayangkara ke-74
jpnn.com, JAKARTA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat enam permasalah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang perlu diperbaiki pada Hari Bhayangkara ke-74, Senin (1/7).
Dalam rilis yang dikirimkan Kepala Divisi Advokasi YLBHI Muhammad Isnur, permasalahan pertama yang menjangkiti kepolisian terkait penanganan kasus dugaan tindak pidana penodaan agama.
YLBHI menganggap polisi tidak jelas dalam mengusut dugaan kasus penodaan agama. Polisi terkesan melakukan pengusutan karena desakan massa.
"Bahkan penangkapan dan penahanan tersebut tidak jarang berbuntut pada tidak jelasnya perkara tersebut sehingga yang tampak, polisi hanya menjadi alat pelegitimasi desakan massa atau publik semata," tulis Isnur.
Permasalah kedua dari kepolisian berkaitan dengan keterlibatan Korps Bhayangkara dalam konflik lahan dan perampasan tanah.
YLBHI menilai kepolisian acap kali melindungi salah satu yang memiliki kepentingan jika terdapat konflik lahan.
Selanjutnya, YLBHI menganggap kepolisian menjadi bagian otoritarianisme pemerintah. Misalnya, polisi membatasi penyampaian pendapat di muka umum, penggunaan pasal makar secara sembarangan, dan mengembalikan dwi fungsi aparat keamanan.
"Misalnya, Ketua KPK RI hingga 2023 nanti, Komjen Firli Bahuri yang juga masih berstatus anggota POLRI aktif dan beralasan di KPK adalah penugasan. Selain Firli, tercatat ada 13 polisi lainnya dengan posisi paling rendah Inspektur Jenderal (Irjen) dan paling tinggi Jenderal yang mengisi posisi strategis lembaga dan kementerian," ungkap YLBHI dalam rilisnya.