Fadli Zon Mengutuk Rezim Militer Myanmar yang Makin Brutal
Mantan wakil ketua DPR Ri ini menilai ASEAN lamban dalam menyikapi kudeta itu. Menurut dia, ASEAN seharusnya lebih progresif dan dinamis dalam memaknai prinsip non-interference.
“Prinsip non-interference seharusnya ditempatkan dalam kerangka kewajiban negara-negara anggota ASEAN untuk menjalankan prinsip dan nilai-nilai bersama secara utuh yang termuat dalam Piagam ASEAN,” ungkap wakil ketua GOPAC ini.
Fadli bersama BKSAP DPR RI juga mendukung penuh Pemerintah Indonesia sebagai peacemaker, problem solver, dan bridge builder dalam menyelesaikan krisis Myanmar.
“Tentu saja itu harus dijalankan secara prudence agar tidak mengorbankan prinsip good neighborhood policy dengan tetap berkomitmen untuk menjadikan demokrasi dan HAM sebagai salah satu norma dasar pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN,” katanya.
Fadli menjelaskan salah satu langkah yang akan diambil oleh BKSAP yaitu akan bersurat kepada Presiden ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) untuk mendesak organisasi tersebut melakukan langkah konkret menjamin penghormatan prinsip dan tujuan dari Piagam ASEAN.
“Antara lain penegakan demokrasi, penghormatan terhadap hak asasi manusia, good governance, rule of law, dan constitutional government,” ujarnya.
Fadli mengatakan harus diingat pula bahwa tujuan AIPA dibentuk antara lain mempromosikan prinsip HAM, demokrasi, perdamaian, keamanan, dan kesejahteraan ASEAN.
“BKSAP juga mengusulkan AIPA menangguhkan keanggotaan Parlemen Myanmar sampai ada Parlemen Myanmar yang demokratis dan kembali aktif,” papar presiedn SEAPAC itu.
Fadli mengatakan pada level global, kudeta Myanmar akan dibawa ke parlemen dunia.