Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Fahira: Jangan Ada Lagi Orang Tua Hancurnya Hatinya

Selasa, 31 Januari 2017 – 23:53 WIB
Fahira: Jangan Ada Lagi Orang Tua Hancurnya Hatinya - JPNN.COM
Wakil Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris. FOTO: Dok.pri

jpnn.com - jpnn.com - Kekerasan di dunia pendidikan terutama di perguruan tinggi tampaknya sudah seperti lingkaran yang hanya berputar-putar berulang-ulang terutama pada masa-masa awal perkuliahan. Dalam kurun waktu sebulan ini saja sudah terjadi dua peristiwa kekerasan yang mengakibatkan meninggalnya beberapa orang mahasiswa.

Senator atau ANggota DPD RI dari Provinsi DKI Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, konsekuensi hukum yang harus ditanggung oknum m??ahasiswa pelaku tindak kekerasan pada tahun-tahun sebelumnya ternyata belum menjadi pelajaran berharga. Ancaman sanksi pemecatan hingga pidana penjara, belum benar-benar menjadi efek jera sehingga tindak kekerasan terutama yang dilakukan senior kepada juniornya masih saja terjadi. Bahkan beberapa di antaranya dengan pola dan kegiatan yang sama.

Menurutnya, selama perguruan tinggi tidak mengidentifikasi potensi-potensi kekerasan yang bakal terjadi di kampusnya masing-masing dan merumuskan formulasi mencegahnya, maka pada tahun-tahun mendatang peristiwa menyakitkan seperti ini akan terulang. Tahun ini harus jadi yang terakhir ada mahasiswa harus meregang nyawa karena tindakan konyol seniornya.

“Jangan ada lagi orang tua yang mengantar anaknya ke kampus segar bugar, tetapi pulang tinggal jenazah. Jangan ada lagi orang tua yang hancur hatinya,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris di Jakarta (31/1).

Menurut Fahira, realitas kekerasan di perguruan tinggi yang masih saja terjadi walau sanksi tegas sudah diberlakukan menunjukkan kekerasan sudah menjadi mata rantai bahkan budaya. Oleh karena itu, masing-masing kampus harus melakukan kajian komprehensif atas segala hal yang dapat memicu tindakan kekerasan sehingga bisa merumuskan strategi mencegahnya.

Masing-masing kampus, tambah Fahira, mempunyai potensi dan pola praktik kekerasan yang berbeda-beda, walau mungkin mempunya gejala-gejala yang sama misalnya bersemainya potensi kekerasan biasanya terjadi di tahun ajaran baru atau pada saat mengikuti kegiatan ekstra kurikuler.

Keyakinan atau pembenaran bahwa melakukan tindak kekerasan kepada junior adalah hal yang biasa karena sudah menjadi tradisi, budaya, apalagi dianggap sebagai ajang memperkuat fisik dan mental harus dihapus dari benak semua mahasiswa, karena keyakinan seperti inilah yang membuat kekerasan terus berulang.

“Jadi pendekatan mencegahnya harus komprehensif jika mata rantai kekerasan ini mau diputus. Saya berharap pimpinan kampus mengambil inisiatif ini agar tidak terus menjadi seperti pemadam kebakaran dalam setiap tindak kekerasan yang terjadi di kampus. Tantangan dunia pendidikan kita sangat berat. Harusnya praktik tindak kekerasan seperti ini sudah menjadi sejarah,” ujar Fahira.

Kekerasan di dunia pendidikan terutama di perguruan tinggi tampaknya sudah seperti lingkaran yang hanya berputar-putar berulang-ulang terutama pada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News