Fahri Hamzah: Simbol Negara Itu Benda Mati
jpnn.com - JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kembali menegaskan masuknya pasal penghinaan presiden dalam rancangan KUHP yang diusulkan pemerintah ke DPR tidak boleh dicantumkan kembali karena sudah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasal tersebut, kata Fahri, baru boleh dicantumkan apabila memiliki substansi yang berbeda dengan yang telah dibatalkan MK. Apalagi, politikus PKS itu memandang alasan presiden tak boleh dihina karena dia simbol negara, kurang tepat.
"Yang sudah dibatalkan MK sebaiknya tidak dicatumkkan lagi. Kalau sama subtansinya maka tidak layak dihadirkan lagi. Tapi susbstansi itu harus dimengerti karena simbol negara itu benda mati, karena (presiden) masih hidup tidak bisa (dibilang simbol)," kata Fahri di gedung DPR Jakarta, Jumat (7/8).
Menurut Fahri, siapapun yang menjadi pejabat publik, apakah politisi maupun presiden dan jajarannya harus mau dikritisi oleh masyarakat karena itulah konsekuensi dari jabatan yang diebannya. "Dan politisi, pemerintah mesti mau kritisi dimaki-maki karena dia pejabat publik," tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pasal itu bukan hanya untuknya. Tapi juga untuk kepala negara Indonesia lainnya di masa depan. Pasal itu ada juga bukan karena ia terganggu dengan kritik dari masyarakat.
Menurut Jokowi, kritik publik sudah sering menjadi santapannya sehari-hari. Semua itu sudah dirasakannya sejak menjadi Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta hingga akhirnya menjadi presiden.
"Namanya dicaci, dihina, sudah jadi makanan sehari-hari. Kalau saya mau bisa saja itu dipidanakan. Ribuan itu. Tetapi sampai detik ini hal tersebut tidak saya lakukan. Tapi apapun negara kita ini bangsa yang penuh kesantunan. Ini kan urusannya presiden sebagai simbol negara bukan pas saya saja kan," tandas Jokowi. (fat/jpnn)