Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Faisal Seto

Oleh: Dahlan Iskan

Minggu, 13 Agustus 2023 – 07:07 WIB
Faisal Seto - JPNN.COM
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

15. Keempat, terkait klaim Faisal Basri bahwa nilai tambah dari hilirisasi nikel 90% dinikmati oleh investor Tiongkok. Dalam hal ini cukup sederhana untuk membuktikan bahwa pola pikir Faisal Basri salah. Jika ekspor bijih nikel ini terus dilakukan maka nilai manfaat dari bijih nikel yang kita miliki 100% dinikmati oleh negara lain. Jadi negara asing 100% dan Indonesia 0%. Tidak ada pajak dan penambahan tenaga kerja yang tercipta di Indonesia;

16. Bagaimana jika kita mengukur nilai tambah hilirisasi lebih detail ? Prinsipnya sederhana yaitu menghitung seberapa besar sumber daya yang harus dikeluarkan untuk memproses bijih nikel menjadi nikel pig iron (produk smelter). Sumber daya tersebut bisa dalam bentuk tenaga kerja, teknologi, listrik dan bahan baku lainnya. Lalu kita menganalisis, pihak mana (dalam negeri atau luar negeri) yang menikmati manfaat dari sumber daya tersebut;

17. Berdasarkan analisis yang saya lakukan, dari 100% nilai produk smelter, kontribusi bijih nikel adalah 40%, 12% laba operasi yang bisa dinikmati investor (asumsi mendapatkan tax holiday), dan 48% adalah sumber daya tambahan yang perlu dikeluarkan untuk mengolah bijih nikel tersebut. Dari 48% angka tersebut, 32% dinikmati oleh para pelaku ekonomi di dalam negeri dalam bentuk batubara (untuk listrik), tenaga kerja, dan bahan baku lain. Sehingga hanya 16% yang dinikmati oleh pihak supplier dari LN. Berdasarkan hitungan tersebut, nilai tambah yang dinikmati oleh pihak LN (investor dan supplier) adalah 16% ditambah komponen laba operasi 12%, sehingga menjadi 28%. *Sehingga, nilai tambah yang dinikmati oleh dalam negeri adalah 32% atau secara proporsi mencerminkan sekitar 53% (32% dibagi 32%+12%+16) dari seluruh nilai tambah hilirisasi nikel.* Nilai tambah dalam negeri akan lebih besar jika pihak investor asing tersebut melakukan reinvestasi di dalam negeri, sudah tidak mendapatkan tax holiday, atau bahkan ada keterlibatan investor lokal, seperti Harum Energy, Trimegah Bangun Persada dan Merdeka Battery Materials;

18. Satu hal lain yang cukup penting adalah mayoritas dari investasi hilirisasi nikel di lakukan di wilayah Sulawesi dan Halmahera yang sebelumnya memiliki gap aktivitas ekonomi yang besar dengan Jawa. Dengan adanya investasi ini, terjadi penciptaan tenaga kerja dan aktivitas ekonomi yang besar, yang tidak akan terjadi tanpa adanya hilirisasi nikel ini.;

19. Untuk IMIP jumlah pekerja saat ini mencapai 74.7 ribu orang dan IWIP sekitar 56ribu orang. Hal ini belum memperhitungkan kawasan industri lain seperti VDNI, Gunbuster, dan Pulau Obi. Dampak penciptaan lapangan pekerjaan dari hilirisasi nikel di Sulawesi Tengah dan Halmahera juga berdampak positif terhadap penurunan angka kesenjangan pendapatan (koefisien gini). Angka koefisien gini di Sulawesi Tengah dan Halmahera turun dari 37.2% dan 32.5% di 2014 menjadi 30.8% dan 27.9% di tahun 2022;

20. Untuk IWIP dan IMIP, jumlah tenaga kerja lokal rata-rata mencapai 85-90% dari total tenaga kerja. Gaji yang mereka hasilkan pun juga jauh lebih tinggi dari UMR, tidak seperti klaim Faisal Basri. Rata-rata gaji di IWIP bisa mencapai 7 juta sebulan, bahkan lebih tinggi dari UMR Jakarta;

21. Meskipun angka saya di atas adalah estimasi, tapi saya cukup yakin angka saya lebih akurat dibandingkan klaim Faisal Basri yang menyebutkan hanya 10% nilai tambah di dalam negeri yang dinikmasi dari hilirisasi nikel ini;

22. Kelima, terkait klaim bahwa kebijakan hilirisasi nikel tidak menimbulkan pendalaman industri karena kontribusi industri pengolahan terhadap PDB justru menurun. Dalam mencapai kesimpulan ini, Faisal Basri tidak menganalisis data dengan cermat. Memang benar kontribusi industri pengolahan menurun pada periode 2014 dibandingkan 2022, namun hal itu sebagian besar disebabkan karena turunnya kontribusi subsektor industri batubara dan pengilangan migas, industri alat angkutan dan industri kayu, alat dari kayu dll yang turun masing-masing hingga 1.3%, 0.5% dan 0.4% terhadap PDB. Sementara itu, kontribusi subsektor industri logam dasar terhadap PDB justru meningkat 0.1%, utamanya didorong oleh hilirisasi nikel. Tanpa ada hilirisasi nikel, penurunan kontribusi industri pengolahan tentunya akan lebih turun;

PENDAPAT paling kritis soal program hilirisasi tambang nikel, Anda sudah tahu: datang dari Dr Faisal Basri. Ekonom Universitas Indonesia yang sangat populer.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

BERITA LAINNYA