Fikchar: Lebih Banyak Orang Berduit tapi Tidak Cerdas Politik jadi Caleg
jpnn.com, JAKARTA - Kasus 400 ribu amplop milik Bowo Sidik Pangarso yang merupakan legislator Golkar dari dapil II Jawa Tengah, adalah indikasi bahwa politik uang selalu mewarnai pelaksanaan pemilu.
Dalam OTT tersebut, KPK menyita tumpukan amplop berisi uang yang berada di dalam 82 kardus dan 2 kontainer. Rencananya, uang itu akan digunakan Bowo untuk ’’serangan fajar’’ menjelang Pemilu 2019.
Pengamat hukum dari Universitas Trisakti Abdul Fikchar Hadjar mengungkapkan, saat ini sulit mencari politikus yang mempunyai integritas dan kejujuran. Pemicunya, sistem politik memaksa para aktor politik untuk tidak berlaku jujur.
’’Karena itu, tidak heran bahwa ketidakjujuran itu korupsi. Oleh politisi sudah seperti udara untuk bernapas, politik biaya tinggi ini menyebabkan sebagian besar politisi menutupi kebutuhan biayanya dengan cara yang tidak jujur. Anehnya, ini diterima sebagai sesuatu yang alami. Semua orang permisif memaklumi,’’ kata Fikchar kepada JawaPos.com.
Oleh karena itu, menurut Fikchar, wajar jika KPK secara terus-menerus mengampanyekan publik agar ’’pilih yang jujur’’. Sebab, lembaga antirasuah ikut bertanggung jawab kepada pencegahan praktik korupsi.
’’Pencegahan pemberantasan korupsi harus terus-menerus dilakukan agar timbul kesadaran para politikus tidak melakukan korupsi jika sudah duduk sebagai anggota DPR,’’ tegas Fikchar.
Dalam konteks tidak jujur, kata Fikchar, yang berkaitan dengan sistem politik harus dilakukan reformasi. Terutama dalam pola rekrutmen kader.
’’Sebab, dengan sistem pemilihan seperti sekarang ini, lebih banyak orang berduit, tapi tidak cerdas politik yang menguasai caleg-caleg parpol,’’ sesal Fickhar.