Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Filosofi Wayang

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Selasa, 15 Februari 2022 – 20:20 WIB
Filosofi Wayang - JPNN.COM
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

Anderson melihat pengaruh yang kuat antara mitologi wayang dengan sikap orang Jawa yang terkenal toleran dan moderat, tetapi fatalistis. Budaya moderasi Jawa diwarnai dengan sikap ‘’nerima ing pandum’’, menerima apa yang menjadi bagiannya, dan sikap ‘’sak derma ngelakoni’’, hanya menjalankan peran yang sudah ditetapkan.

Dengan filosofi ini orang Jawa harus patuh dan tunduk kepada pimpinan, yang diyakini mendapatkan wahyu kedaton yang punya dimensi ilahiah. Raja atau pemimpin adalah wakil Tuhan di bumi, dan rakyat atau abdi harus patuh sebagai bagian dari kepatuhan kepada Tuhan.

Raja Jawa harus manunggal dengan rakyat sebagai pengejawantahan konsep ‘’manunggaling kawula gusti’’, menyatunya rakyat dengan pemimpin, menyatunya abdi dengan tuhannya.

Karena itu manusia Jawa tidak mementingkan kebutuhan pribadinya, tetapi lebih mengedepankan keutuhan kolektif. Hak-hak individu melebur ke dalam hak-hak kolektif di bawah kepemimpinan sang raja. Konsep demokrasi yang berdasarkan hak-hak individu menjadi asing dengan konsep manunggaling kawula gusti.

Ketika para bapak bangsa, the founding fathers Indonesia berdebat mengenai dasar negara, muncul argumen yang mendukung gagasan individualistik dan gagasan masyarakat kolektif.

Mr Soepomo mengajukan konsep masyarakat kolektif yang integralistik, yang memberikan kewenangan kepada pemimpin untuk menjadi representasi rakyat dalam mengambil keputusan strategis.

Jean Jaques Rosseau menyebutnya sebagai ‘’general will’’ kehendak umum yang diwakilkan kepada sejumlah elite pemimpin. Soepomo mendasari pandangannya pada filosofi ‘’manunggaling kawula gusti’’, tetapi Marsillam Simanjuntak menyebut model negara integralistik ala Soepomo itu sebagai fasisme.

Pada masa Orde Baru, Soeharto mengeksploitasi filosofi wayang menjadi dasar-dasar filosofi politiknya. Hak-hak individualistik ditiadakan, dan diintegrasikan menjadi hak kolektif yang diwakili oleh pemimpin yang ditunjuk oleh wakil rakyat.

Apakah wayang haram? Jokowi pasti menjawab tidak. Apakah Jokowi sama dengan Soeharto?

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close