FKM UI: SKM Tak Layak Disebut Susu
jpnn.com, JAKARTA - Dalam seminar bertajuk Literasi Gizi: Belajar dari Polemik Kasus Susu Kental Manis, akhir pekan lalu, sejumlah ahli gizi ramai-ramai membela susu kental manis. Pembelaan bahwa SKM aman dikonsumsi didasarkan kepada konsumsi susu nasional yang masih tergolong rendah.
Dalam acara tersebut, dipaparkan data BPS 2017 yang menyebutkan konsumsi susu masyarakat Indonesia hanya 16,5 liter/kapita/tahun, jauh lebih rendah dibanding negara ASEAN lainnya. Data USDA Foreign Agricultural Service 2016 yang menyebutkan konsumsi susu Malaysia mencapai 50,9 liter; Thailand (33,7 liter), dan Filipina (22,1 liter). Dengan kata lain, anjuran konsumsi SKM seolah menjadi solusi atas rendahnya konsumsi susu nasional.
Hal tersebut terlihat dari pandangan Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Universitas Indonesia (PKGK UI) Ir Ahmad Syafiq MSc PhD, yang mengatakan susu kental manis memiliki kandungan energi yang diperlukan untuk mendukung pemenuhan gizi masyarakat, termasuk anak-anak.
“Susu kental manis tidak masalah dikonsumsi asalkan proporsional dan tidak berlebih,” ujarnya.
Senada dengan Syafiq, Anggota Dewan Pengurus Pusat Persatuan Ahli Gizi Marudut Sitompul pun mengatakan gula dalam susu kental manis bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti. Tambahan gula atau added sugar dalam susu kental manis bila disajikan sesuai takaran atau aturan dari BPOM, terdapat 14 gram gula dalam satu gelas sajian.
Miris dengan pernyataan kedua pakar gizi tersebut, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) kemudian mengeluarkan bantahan.
Dilansir melalui situs resminya http://akg.fkm.ui.ac.id/susu-kental-manis/, FKM UI menyatakan susu kental manis tidak layak disebut susu.
“Jika kita melihat angka kebutuhan gizi anak-anak usia 1-3 tahun membutuhkan 26 g protein. Sehingga tanpa melihat susu kental manis bukanlah susu, produk ini memang tidak dianjurkan untuk dikonsumsi anak-anak dibawah usia 5 tahun karena tidak cukup memenuhi zat gizi,” seperti di cuplik dari situs resmi FKM UI.