FLHI Usulkan Dua Terobosan Pasca-Pimpinan KPK Kembalikan Mandat ke Presiden
FLHI menilai formasi Pimpinan KPK terdiri dari 5 (lima) orang, dengan formasi seorang Ketua KPK merangkap Anggota dan Wakil Ketua KPK terdiri atas 4 (empat) orang, masing-masing merangkap Anggota. Dengan komposisi dan konfigurasi pimpinan KPK yang demikian, maka undang-undang mewajibkan pimpinan KPK bekerja secara koektif kolegial, pimpinan KPK adalah Penyidik dan Penuntut Umum dan pimpinan KPK adalah penanggung jawab tertinggi pada KPK, sesuai ketentuan pasal 21 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK.
Dengan konfigurasi seperti itu, maka keputusan pimpinan KPK menyerahkan mandat pimpinan KPK kepada Presiden Jokowi pada tanggal 13 September 2016, merupakan keputusan yang sudah final dan mengikat semua pimpinan KPK.
“Timbul pertanyaan apakah Keputusan mengembalikan mandat pimpinan KPK juga telah disetujui oleh Aleks Marwata dan Basaria Panjaitan, karena kenyataannya Basaria Panjaitan dan Aleks Marwata menyatakan masih berhak memimpin KPK hingga Desember 2019,” tanya Petrus.
FLHI menilai vacumnya pimpinan KPK telah berimplikasi hukum dimana KPK berada dalam kondisi "berhenti" melakukan segala aktivitas pemberantasan korupsi. Artinya segala fungsi penyidikan dan penuntutan yang berpuncak pada pimpinan KPK yang kolektif kolegial, berada dalam keadaan berhenti atau setidak-tidaknya segala aktivitas yang berkaitan dengan proses penyidikan dan penuntutan pascapengembalian mandat pimpinan KPK kepada Presiden, pada tanggal 13 September 2019, tidak memiliki landasan hukum alias menjadi cacad hukum.
“Dalam kondisi yang demikian, maka KPK harus dinyatakan berada dalam keadaan "amomali" karena diduga dikendalikan oleh kekuatan lain di luar sistim kekuasaan pemerintahan, sehingga wibawa negara telah dipertaruhkan, semata-mata karena pimpinan KPK menghadapi ketidak percayaan terhadap diri sendiri dan menghadapi krisis kepercayaan publik yang semakin meluas,” katanya.(fri/jpnn)