Fraksi PKS Minta Polri Lebih Bijaksana soal 'Kau Adalah Aku Yang Lain'
jpnn.com, JAKARTA - Film pendek "Kau Adalah Aku Yang lain" yang memenangkan kontes Police Movie Festival IV masih menyisakan polemik, meski laman Twitter Divisi Humas Mabes Polri @divhumaspolri telah menarik atau menghapus link film tersebut.
Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini mengaku menerima banyak masukan dari alim ulama dan masyarakat selama halalbihalal Idulfitri terkait flim itu. Jazuli mengapresiasi sikap Polri yang menarik film tersebut supaya polemik tidak berlanjut.
“Tapi kami juga menerima masukan konstruktif dari banyak alim ulama dan masyarakat agar ke depannya Polri lebih bijaksana dalam memposisikan umat Islam dalam bentuk apa pun termasuk film tersebut apalagi terkait isu-isu sensitif dan dinilai tendensius," kata Jazuli di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (3/7).
Jazuli mengatakan, sebagai bentuk akuntabilitas publik, Fraksi PKS telah memerintahkan anggotanya di Komisi III DPR untuk menanyakan langsung kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan jajarannya pada kesempatan pertama rapat kerja dengan Polri pada masa sidang ini. “Supaya masalah dan polemiknya benar-benar clear,” tegasnya.
Anggota Komisi I DPR ini mengaku telah melihat isi film tersebut. Dia berpendapat, memang ada penggambaran yang tidak tepat atau berlebihan dikaitkan dengan realitas keberagamaan umat Islam.
Karena itu, Jazuli menyarankan akan lebih baik jika ingin mempromosikan toleransi dan mendorong persatuan tidak menampilkan gambaran keberagamaan yang terkesan tendensius dan provokatif yang menyulut ketersinggungan Islam dan umat agama mana pun juga.
"Tampilkanlah penggambaran yang damai, gotong royong, toleran dan seterusnya. Selama ini umat Islam di Indonesia sangat menjunjung toleransi dan kita hidup berdampingan secara damai. Jangan karena stigmatisasi yang digambarkan dalam film, ujaran, dan lain sebagainya justru mengoyak kedamaian yang telah terpelihara," katanya.
Anggota DPR Dapil Banten III ini meminta semua pihak untuk arif dan bijaksana dalam mengeluarkan ekspresi, pernyataan, dan sikap. Apalagi kepada institusi pemerintahan dan aparat negara. Jangan sampai pernyataan dan sikapnya justru dipersepsi masyarakat diskriminatif dan provokatif.