Gagasan Mendagri Sulit Terealisasi
JAKARTA –Ide Mendagri Tjahjo Kumolo agar eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) diikutkan program transmigrasi, tampaknya sulit terealisasi. Ada kekhawatiran dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) soal respon dari daerah.
Ratna Dewi Andriati, Dirjen Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Pemukiman Transmigrasi (PKP2DT) Kemendes PDTT mengaku, pihaknya tidak bisa mutuskan secara sepihak.
Pemerintah Daerah (Pemda) yang dituju untuk program transmigrasi juga memiliki kewenangan untuk memberikan tanggapan. Pasalnya, dalam program ini, para transmigran yang sengaja dikirim juga mengemban tugas penting dalam membantu perekonomian di daerah yang dituju.
”Nah untuk ini, harus ada kajian detil ya saya rasa. Jadi tidak bisa buru-buru diputuskan,” tutur Ratna saat dihubungi, kemarin (25/1).
Selain itu, menurut dia, stigma yang beredar di masyarakat luas cenderung berfikiran eks Gafatar adalah mantan pengikut aliran sesat. Meski, hingga saat ini belum ada fatwa Majelis Ulama Indoensia (MUI) yang mengatakan Gafatar demikian. Hal ini yang juga menjadi pertimbangan penting dari pihaknya.
Mereka khawatir, eks Gafatar justru tidak diterima oleh sekitarnya. ”Kami tentu tidak ingin ada konflik juga ya,” jelasnya.
Diakui Ratna, bukan hanya perihal itu saja yang menjadikan hal ini sulit direalisasikan. Tetapi juga terkait persoalan dalam internal program transmigrasi. Dia menjalaskan, program transmigrasi saat ini sudah tak lagi jadi primadona seperti era Almarhum Presiden Soeharto. Sejak 2014 lalu, program ini mulai dikurangi porsinya.
Bila dulu, dalam satu tahun ditargetkan ada 200 ribu penduduk yang melakukan transmigrasi maka saat ini hanya berkisar 5 ribu orang pertahun. Hal ini pun otomatis berdampak pada anggaran dana yang disediakan untuk program transmigrasi sendiri. “Padahal masyarakat banyak yang masih berminat,” katanya.