Garap Novel, Bareskrim Perlu Terapkan Filosofi Ini
jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani menyayangkan kembali kisruhnya dua lembaga penegak hukum, Polri-KPK pasca penangkapan Novel Baswedan selaku penyidik senior di lembaga antirasuah itu, Jumat (1/5) dini hari.
Arsul mendukung langkah kedua institusi ini dalam penegakan hukum. Namun khusus untuk Bareskrim Polri, politikus PPP ini menyampaikan sebuah filosofi yang patut dicamkan Kabareskrim Komjen Pol Budi Waseso.
"Penegakan hukum terhadap kasus-kasus kontroversial seperti ini perlu menerapkan filosofi "mendapatkan ikannya tanpa membuat keruh airnya". KPK kan sudah kembali on the track. Ini harus dijaga oleh semuanya," kata Arsul di Jakarta, Jumat (1/5).
Arsul tak ingin penegakan hukum dilakukan tanpa membuat kisruh antar lembaga seperti Polri-KPK maupun menimbulkan kontroversi baru di tengah masyarakat. Karenanya dalam kasus Novel, Arsul berharap agar Bareskrim Polri dapat bersikap bijak.
"Bijak artinya jika memang ada 2 alat bukti permulaan yang cukup, maka proses itu dilaksanakan. Namun tidak perlu ada upaya paksa penagkapan atau penahanan jika kondisi obyektifnya tidak perlu, Terlebih lagi jika upaya paksa itu akan menimbulkan kegaduhan baru," tegasnya.
Pihaknya paham bila Polri tak bisa dituntut untuk menghentikan proses hukum begitu saja, tapi di sisi lain Polri perlu memperhatikan sensitivitas kasus yang melibatkan personal KPK. Sebab, energi kedua lembaga tersebut terlalu banyak dikuras untuk kasus-kasus seperti itu.
"Intinya, lebih bijak jika Bareskrim melepas Novel, namun soal proses hukumnya silakan berjalan jika ada dua alat bukti yang cukup," tandasnya. (fat/jpnn)