Gas Air Mata, Sejarah Penemuan, Bisnis, dan Penggunaannya untuk Pembubaran Massa
jpnn.com - Gas air mata sedang menjadi omongan setelah kematian 125 orang dalam Tragedi Kanjuruhan seusai laga antara Arema FC melawan Persebaya, Sabtu (1/10).
Penggunaan lakrimator -sebutan lain untuk gas air mata- dianggap sebagai biang tragedi yang terjadi seusai laga Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10) malam itu.
Menurut laman Britannica, lakrimator merupakan perpaduan sejumlah zat yang menyebabkan sensasi menyengat pada selaput lendir mata. Efeknya pun menyebabkan air mata.
Gas air mata juga mengiritasi saluran pernapasan atas, memicu batuk, dan membuat kulit terasa terbakar. Meski namanya gas, tetapi bentuk sebenarnya berupa serbuk berukuran mikro.
Cikal bakal gas air mata dimulai ketika ilmuwan German menemukan sintesis bernama chloroacetophenone (CN) pada 1870. Senyawa kimia itu menyebabkan mata sakit dan menimbulkan sensasi terbakar pada hidung, tenggorokan, dan paru-paru.
Perang Dunia I melambungkan penggunaan gas air mata. Sebuah perusahaan Amerika Serikat (AS) memproduksi CN dan menjualnya dengan nama dagang Mace®.
Anna Feigenbaum, lektor kepala di Universitas Bournemouth, Inggris, menjelaskan penggunaan gas air mata secara besar-besaran terjadi pada Perang Dunia I.
Walakin, penulis buku Tear Gas: From the Battlefields of World War I to the Streets of Today itu menyebut sebelum Perang Dunia I berlangsung, polisi Prancis justru sudah mencoba penggunaan gas air mata kepada para pelaku tindak kejahatan di negeri-negeri jajahannya di Afrika.