Gawat! Ubaid Sebut Indonesia Menghadapi Tiga Ancaman Besar Termasuk Depresi Massal
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Pendidikan Ubaid Matraji mengungkapkan Indonesia saat ini menghadapi sedikitnya tiga masalah besar. Yaitu ancaman anak-anak putus sekolah, depresi massal, dan sekolah gulung tikar.
“Situasi pandemi ini membelalakkan mata kita, layanan pendidikan di Indonesia masih gagap menghadapi bencana. Padahal, Indonesia ditakdir menjadi negara yang rawan bencana. Seharusnya pemerintah mampu menghadapi situasi ini sejak awal,” kata Ubaid dalam pesan elektroniknya, Sabtu (2/5).
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) ini menyayangkan pemenuhan hak pendidikan bagi warga negara belum menjadi sektor utama dalam situasi darurat.
Menurutnya, mengabaikan sektor pendidikan di kala bencana adalah kelalaian fatal yang mengundang bencana berikutnya yang lebih destruktif.
Saat ini, pemerintah terkesan belum menyelamatkan sektor pendidikan, tetapi membiarkan pendidikan berjalan terseok-seok. Dana darurat sekitar Rp 405 triliun untuk penanggulangan wabah covid-19 yang menyasar banyak bidang itu, ternyata tidak untuk menyelamatkan sektor pendidkan sama sekali.
“Bahkan, dana pendidikan di Kemendikbud dan Kemenag disunat dan direalokasikan untuk sektor lain. Akibatnya, ancaman di sektor pendidikan kian nyata di depan mata," ucapnya.
Dia menyebutkan, ada tiga ancaman besar yang mengintai Indonesia, yaitu:
1. Ancaman putus sekolah
Angka kemiskinan naik tajam dalam situasi seperti ini. Tentu ini akan berdampak pada kemampuan orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Buat makan saja susah, apalagi buat bayar sekolah. Sebab, sekolah kita masih saja banyak bayar pungutan ini dan itu. Mendapatkan akses sekolah adalah hak dasar warga negara, jadi ini harus dijamin, jangan malah diabaikan.
2. Ancaman sekolah gulung tikar
Tidak semua sekolah itu negeri. Banyak juga yang swasta. Belum lagi madrasah, yang mayoritas adalah swasta. Mereka semua adalah komponen yang paling terdampak pandemi ini. Hampir 56 persen sekolah swasta di Indonesia mengalami kesulitan biaya operasional (Jejak pendapat, Kemendikbud, 2020). Kalau ini dibiarkan, ada banyak guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik, yang terlantar.
3. Ancaman depresi massal
Ini bisa melanda semua pihak di sekolah, mulai dari anak, orang tua, guru, kepala sekolah, dan lainnya. Kurikulum pembelajaran kita saat ini masih mengacu pada pendidikan normal. Akibatnya, guru harus mengajar tiap hari, anak-anak mengerjakan tugas banyak tiap hari, dan juga orang tua harus damping anak tiap hari. Padahal mereka juga harus menghadapi situasi yang serba sulit. Belajar model seperti ini tidak boleh diterus-teruskan, harus segera dihentikan, lalu harus ada panduan dan kurikulum belajar dalam kondisi darurat. Jika situasi ini dibiarkan, depresi massal akan terjadi dan tubuh kian rentan terhadap virus.
“Ini semua bisa terjadi karena pemerintah masih abai terhadap sektor pendidikan dalam situasi pandemi. Juga menunjukkan, ternyata pembelajaran pendidikan kita masih sangat konvensional, dan belum mampu memanfaatkan teknologi dan sumberdaya lokal sebagai bagian dalam proses pembelajaran,” bebernya.(esy/jpnn)