GBHN Dihidupkan Lagi, Buka Peluang MPR Bisa Makzulkan Presiden
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Maksimus Ramses Lalongkoe mengatakan, belum ada alasan mendasar untuk dilakukan amendemen UUD 1945, termasuk menghidupkan kembali Garis-Besar Haluan Negara (GBHN).
Ramses menjelaskan berdasar aspek historis, GBHN pada era pemerintahan Presiden Kedua RI Soeharto dijadikan alat untuk melanggengkan oligarki politik sehingga tercipta kesinambungan dan memperkuat posisi sampai bisa berkuasa 30 tahun.
"Artinya menurut saya ini suatu upaya pemerintahan Orde Baru melanggengkan oligarki kekuasaan saat itu," ujar Ramses dalam diskusi "Penataan Kewenangan MPR dalam Perumusan Haluan Negara" di gedung parlemen, Jakarta, Jumat (26/7).
Ramses menjelaskan, berdasar hasil amendemen UUD 1945 mulai dari 2009 sampai 2004, tidak ada satu pun pasal yang berbicara tentang haluan negara karena konsekuensi dan implikasinya adalah impeachment terhadap presiden.
BACA JUGA: Gibran dan Kaesang Pangarep Masuk Bursa Calon Wali Kota Solo, nih Respons Jokowi
Menurut dia, secara empiris tidak ada dasar yuridis dan urgensi amendemen UUD 1945, terutama berkaitan kepentingan GBHN. "Artinya tidak ada substansinya di sana," tegasnya.
Menurut dia, kalau didorong dilakukannya amendemen dan menghidupkan kembali GBHN, makabisa berimplikasi terhadap pertanggungjawaban politik seorang presiden.
Artinya, ujar dia, Indonesia bisa kembali kepada sistem parlementer, bukan lagi presidensial. "Karena ini berdampak pada produk perundang-undangan yang lain," jelasnya.