Gerindra Bisa Jadi Musuh Dalam Selimut di Koalisi Jokowi
Partai Gerindra berpotensi menjadi musuh dalam selimut apabila bergabung dengan koalisi Joko Widodo - Ma'ruf Amin. Bergabungnya Gerindra dalam koalisi juga membawa dampak kesan otoriter di pemerintahan. Sebab, Joko Widodo - Ma'ruf Amin tidak punya lawan tangguh di luar pemerintahan untuk melakukan pengawasan.
Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, demokrasi Indonesia bisa tunggal jika partai di luar koalisi pemerintah gabung setelah kalah di Pilpres.
"Saya tendensinya ke arah saya. Jangan sampai mereka berada di dalam pemerintahan tetapi dalam posisi seperti oposisi. Tidak baik dalam kerangka demokrasi kita," kata Ace saat dikonfirmasi, Minggu (13/10).
Ace melanjutkan, harusnya bagi yang kalah menerima kekalahan itu dan menunggu lima tahun mendatang untuk saling berkontestasi. Bagi Ace, tanpa ada tambahan di koalisi pemerintah, saat ini di parlemen sudah kuat dengan 63 persen kursi DPR.
"Dengan 63 persen di parlemen saya kira sudah modal yang sangat cukup untuk mengawal pemeritahan dan menunaikan janji politiknya. Saya kira Pak Jokowi akan lebih arif dan bijaksana untuk mensikapi politik saat ini," katanya.
Selain itu, dalam demokrasi seharusnya semua pihak sportif. Menurutnya, dalam pengertian bahwa kecenderungan untuk membangun bangsa harus didasarkan apa yang sudah menajdi kesekatakan atas visi misi yang telah disepakati oleh rakyat di kampanye kemarin.
"Jika mau mendukung pemerintah itu positif, tetapi tidak harus ditindaklanjuti keharusan berada di dalam kabinet," katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin mengatakan, bergabungnya Gerindra dan Demokrat dalam koalisi pemerintahan disinyalir dapat menghidupkan kembali sistem Orde Baru. Hal itu, akan tercipta kekuasaan pemerintah yang terlalu dominan, tanpa diimbangi dengan kekuatan oposisi sebagai penyeimbang.