Gerindra: Jangan Sampai Indonesia Jadi Surga Predator Anak
jpnn.com, BALI - Politikus Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengatakan, saat ini belum ada undang-undang yang mengatur secara khusus tentang sexual exploitation of children in Travel and Tourism (SECTT) atau eksploitasi seksual anak di destinasi wisata. Padahal, sektor pariwisata terus berkembang menjadi sumber devisa.
"Akan menjadi ironi di masa mendatang jika saat devisa dari sektor pariwisata meningkat, anak-anak Indonesia yang mengalami ekspolitasi seksual juga meningkat. Kita semua harus mencegah jangan sampai Indonesia menjadi surga bagi para pelaku pelecehan seksual anak," ujar aktivis perempuan dan anak yang juga anggota Komisi VIII DPR RI ini di Bali, Jumat (27/7).
Data dari Ending The Sexual Exploitation of Children (ECPAT) Indonesia menyebutkan 30 persen pekerja seks komersil di Tanah Air adalah anak-anak. Di sisi lain, saat ini terdapat 169 Negara yang dibebaskan dari kewajiban memiliki visa untuk memasuki wilayah Indonesia.
Menurut Sara, kebijakan bebas visa itu membuka pintu lebar bagi predator seksual yang mengincar anak-anak. Tak heran, hingga September 2017 telah dideportasi sebanyak 107 orang yang diduga sebagai pedofil dari berbagai bandara di Indonesia.
"Sebenarnya pelakunya bisa siapa saja, wisatawan asing atau pun lokal. Tapi yang perlu digarisbawahi, data di atas menunjukan ancaman pelecehan seksual kepada anak sudah sangat nyata dan itu ada di sekitar kita, di tempat wisata kita," ujarnya.
Sara berharap Fraksi Partai Gerindra dapat menginisiasi dan mendorong DPR agar pasal SECTT dapat dimasukan dalam setiap UU yang menyangkut tentang perlindungan anak.
Antara lain yang saat ini sedang dibahas DPR yakni revisi RKUHP, RUU Pekerja Sosial dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
"Pasal SECTT penting untuk dibahas lebih lanjut dan untuk dimasukkan dalam revisi UU yang terkait, maupun rancangan UU yang sedang atau akan dibahas," ujar salah satu pejuang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini. (dil/jpnn)