Gerindra Tolak Perubahan Nomenklatur Anggaran Komisi V DPR
jpnn.com - JAKARTA – Fraksi Gerindra di Komisi V DPR menolak perubahan nomenklatur anggaran mitra kerja di komisi infrastruktur dan perhubungan. Ketua Kelompok Fraksi Gerindra Komisi V DPR, Moh Nizar Zahro menilai penundaan sejumlah anggaran melanggar konstitusi sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Dikatakan Nizar, MK telah memutuskan dan memberikan pendapat atas praktek pembuatan tanda bintang atau penundaan pada mata anggaran tertentu. Penundaan melalui Surat Badan Anggaran DPR tidak sesuai dengan Nota Keuangan yang disampaikan Presiden.
“Menurut saya berdasarkan putusan MK, praktik penundaan ini masalah frasa baru terhadap mata anggaran Kementerian atau Lembaga (K/L) karena menimbulkan ketidakpastian hukum. Menurut saya penundaan mata anggaran oleh Banggar DPR RI melalui surat yang disampaikan ke Komisi I sampai XI yang sudah masuk pelaksanaan APBN bukan termasuk fungsi pengawasan DPR,” kata Nizar, usai rapat dengan Komisi V dengan mitra kerja, Senin (26/10).
Menurutnya, kewenangan DPR terbatas hanya pada persetujuan RAPBN dan pengawasan anggaran. Atas dasar itu, dia berpendapat perlu kejelasan dan ketegasan kewenangan DPR dalam penyusunan dan penetapan APBN dengan cara menyetujui atau tidak menyetujui mata anggaran tertentu tanpa melakukan penundaan untuk anggaran berikutnya.
“Kalau begini, jika ada persyaratan pencairan APBN sangat potensial menimbulkan penyalahgunaan wewenang,” tegasnya.
Lebih jauh, dia menjelaskan bahwa dalam penundaan anggaran di Komisi V, pemerintah membagi program menjadi prioritas dan tidak prioritas. Kata penundaan sendiri, menurutnya baru keluar dalam rapat hari ini dengan mitra kerja seperti Kementerian PU-Pera, Kemenhub, Kementerian Desa-PDTT, BMKG, Basarnas, BPLS dan BPWS.
“Jadi kita menolak itu karena ada penundaan itu. Saya mengingatkan forum, kata-kata penundaan itu sama hukumnya dengan putusan MK, yaitu dibintang. Kalau ada anggaran dilanjutkan kalau gak ada ya tidak bisa. Penundaan itu oleh MK inkonstitusional, melanggar UU makanya kita menolak,” tegasnya.\
Besaran anggaran yang mengalami pergeseran tersebut menurut Nizar, penundaan terjadi untuk anggaran sebesar Rp4,9 triliyun karena programnya dinilai tidak prioritas dan diganti penambahan Rp4,9 triliun untuk program yang dianggap pemerintah prioritas.(fat/jpnn)